Pernah ada dayang yang mencoba mengingatkan, esoknya dia sudah tak terlihat lagi di istana. Desas-desus berhembus, dayang itu kini hidup di dalam tahanan.Â
Tak ada dayang dan abdi istana yang cukup tidur. Kelelahan atau sakit, berakibat hukuman. Mulai dicambuk, sampai dikurung dalam tahanan.Â
Semua orang di istana tak dapat hidup tenang. Hari-hari dilanda ketakutan. Begitupun dengan rakyatnya.Â
Raja Mahaseru belum pernah sekalipun melihat kondisi kehidupan rakyat di luar istana. Ia tidak peduli, selama seluruh kebutuhannya terpenuhi. Yang ia kerjakan hanya berseru, menyuruh dan menyuruh.Â
"Yang Mulia, tenang saja. Biarlah hamba yang mengatur kemakmuran rakyat."
Kemakmuran rakyat, dipercayakan pada perdana menteri yang culas. Akibatnya, harta kerajaan habis tak berbekas. Hingga tak ada sisa untuk membayar tentara. Para abdi dan dayang istana diminta kerja paksa.Â
Hasilnya rakyat menderita, panen raya digunakan menutupi kas istana. Pajak dipungut paksa membabi-buta. Semua peraturan dibuat semena-mena. Perdana menteri culas pun semakin kaya.Â
Suatu ketika, perdana menteri melintas di sebuah perkampungan. Berniat mengambil pajak bulanan. Namun tak disangka, rakyat melawan dan perdana menteri pun ditahan.Â
Huru-hara dimana-mana. Kerajaan secepat kilat kehilangan kekuasaan. Dayang dan abdi istana pergi tergesa-gesa. Meninggalkan raja yang tengah tertidur pulas.Â
"Dayang! Pelayan!"Â
Ketika raja terbangun, tak ada siapapun yang menjawab panggilannya. Hening. Raja Mahaseru masih terbaring. Kesal dan tengah memikirkan hukuman.Â
Raja Mahaseru akhirnya bangkit, dan berjalan keluar kamar. Ia tidak melihat siapapun di istana. Berteriak-teriak memanggil dayang dan pelayanan. Hingga suara serak dan iapun tak dapat lagi berseru.Â