Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Marie Anne

6 Agustus 2021   10:48 Diperbarui: 6 Agustus 2021   22:30 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana taman di bawah menara Eiffel (Foto: jpnanterre Via Pixabay)

Meski, obrolan kami layaknya kanebo kering. Karena memang, kami tak pernah saling membuka diri. 

Ratih bahkan bukan penyebab hubunganku dan Marie Anne terputus. Layaknya film tentang drama perjodohan yang berakhir tragis. Ia sama sekali tak pernah mengambil peran antagonis. 

"Temui aku di Reims saja nanti, sampai akhir bulan aku tidak berada di Paris." 

"Tentu, aku tak berharap punya kenangan bersamamu di Eiffel," jawabnya. 

Respon Ratih cukup membuatku terhibur. Tak boleh ada kisah lain yang akan mengganggu studi berhargaku di negeri orang. Tujuanku ke sini adalah belajar.

Namun darah muda selalu mencari celah untuk sebuah petualangan. Pertemuan tak sengaja dengan perempuan yang menarik, ternyata meninggalkan bekas mendalam. 

Kereta melaju cepat, pandanganku masih sempat menikmati suasana luar kota Paris yang tak terlalu padat. Hingga melintasi sungai Marne, anganku melayang pada suasana musim semi di tahun lalu. 

Puluhan demonstran terlihat membawa pamplet dan spanduk di pelataran Place de la République. Mereka mengangkat isu tentang perubahan iklim. Kerumunan itu membuatku penasaran.

Seperti kebanyakan mahasiswa asing di negeri orang, aku tidak pernah mau ikut dalam aktivitas protes, terlebih soal politik. Namun lain soal, bila itu terkait perubahan iklim. Paling tidak, sekedar menunjukkan dukungan. 

Marie Anne, demonstran perempuan yang berdiri di barisan depan. Ia menarik perhatianku. Membuatku mengabaikan beberapa sosok perempuan bertelanjang dada di sebelahnya. 

Dan hari itu aku terpesona pada sorot matanya yang berwarna biru. Paras cantiknya terlihat serius. Meski kutahu ia acap kali mengumpat di depan petugas keamanan. Namun di mataku, ia begitu anggun dan berkarakter. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun