Hawa dingin menyelimuti Pasar Maling. Kegelapan terkikis diterpa sinar mentari pagi. Mbah Tedjo mengayuh sepeda tua, memasuki deretan lapak penjual barang bekas.Â
Beberapa lapak masih tutup dibungkus terpal. Kepulan asap berhembus dari bibir para pedagang yang baru berdatangan.Â
"Samijan! aku mau menjual arloji zaman Jepang!"
Mbah Tedjo membangunkan Samijan si penjual barang bekas. Ia masih meringkuk berselimut sarung di bawah lapak miliknya. Berbantal tumpukan koran dan beralaskan karpet bekas.
Iapun terpaksa bangkit, dan menyadari hari sudah berganti. Memandang Kakek tua di depannya dengan tatapan sayu.Â
"Masih pagi, Mbah. Mau buat apa toh, kok tumben jual barang?" tanya Samijan.Â
"Buat beli kambing!" jawab Mbah Tedjo.Â
"Ealah, ngapain. Mbah tinggal duduk di rumah. Siapkan arang sama tusuk sate. Daging kambing, besok diantar Pak RT!"
Samijan melangkah lunglai. Ia mulai membuka lapak dengan menarik terpal. Mbah Tedjo berdiri menunggu, sampai ia selesai menata barang.Â
"Aku mau punya bekal dan tunggangan di akhirat! Bayarin dulu ini!" pinta Mbah Tedjo, seraya menunjukkan arloji tua miliknya.Â
"Piro?" tanya Samijan.Â