Mohon tunggu...
Indra Wibisana
Indra Wibisana Mohon Tunggu... Lainnya - Diisi

Saya suka bertanya, kadang sampai debat tapi kadang-kadang aja. Saya suka topik humaniora, selebihnya kadang-kadang aja.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Aturan Keramat Suku Kaki Datar

24 November 2016   18:07 Diperbarui: 24 November 2016   18:13 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu ketika ada sebuah kampung yang penduduknya terdiri dari suku Kaki Datar dan suku Perut Buncit. Kampung tersebut sudah biasa dipimpin oleh kepala kampung yang berasal dari suku Kaki Datar. Suatu hari, ada seseorang dari suku Perut Buncit yang ingin menjadi kepala kampung. Tentu hal ini tidak mudah diterima oleh sebagian suku Kaki Datar karena ada peraturan suku yang berkata bahwa suku Kaki Datar tidak boleh memilih suku Perut Buncit sebagai kepala kampung. Sebagian suku Kaki Datar yang lain sih tenang-tenang saja karena menurut mereka itu adalah aturan lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi damai saat ini, lagi pula calon kepala kampung dari suku Perut Buncit ini memang rajin bekerja walau orangnya bawel setengah mati.

Pada suatu hari, si calon kepala kampung itu bicara di depan sekelompok karang taruna kampung. Dia bilang bahwa aturan Suku Kaki Datar yang dianggap keramat itu tidak menganjurkan prasangka atau pun sikap diskriminatif terhadap suku lainnya. Ucapan si calon kepala kampung itu ternyata menyebar luas dan mengundang reaksi keras dari sebagian Suku Kaki Datar. Mereka bilang, “Menghina sekali! Sok tahu dia! Justru aturan keramat Suku Kaki Datar itu memang begitu, memang menganjurkan prasangka dan sikap diskriminatif kalau menyangkut pemilihan kepala kampung. Jadi bukan salah kami, tapi ini adalah aturan keramat.”

Akhirnya si calon kepala kampung itu diusir dari kampung, dan kampung itu pun kembali tenteram dan damai.

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun