Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pembantaian Manchester United dan Liverpool Mengingatkan Skandal Satu Abad Silam

5 Oktober 2020   12:02 Diperbarui: 5 Oktober 2020   12:10 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paul Pogba (Manchester United) - Virgil van Dijk (Liverpool) - @kjsceskream

Tak ada yang lebih menyakitkan bagi pendukung dua tim Merah asal Inggris, Manchester United dan Liverpool mengawali pekan ini. Pembantaian Red Devils dan The Reds Senin (5/10/2020) dinihari tadi membuat pekan ini jadi kelabu buat para pendukung tim ini.

Tak bisa dipungkiri pendukung Liverpool tentu awalnya berkoar-koar di sosial media saat United kalah memalukan 6-1 dari Tottenham Hotspur di Old Trafford. Selang beberapa jam kemudian, hasil 7-2 di Villa Park, mau tak mau membuat para pendukung The Reds harus masuk ke dalam gua bersama fan United.

Memang tak ada yang menyangka dua tim ini alami pembantaian di pekan keempat Liga Inggris. Untuk United misalnya, sebagaian besar mungkin memprediksi anak asuh Ole Gunnar Solskjaer hanya kalah dari Spurs, tapi tidak dengan setengah lusin gol bersarang. Permainan United melawan Spurs tidak ada yang berubah seperti pekan-pekan sebelumnya.

Lini belakang keropos, tak memiliki koordinasi jelas, kehilangan fokus. Lini tengah minim kreativitas dan tak punya daya juang. Kondisi yang membuat lini depan tak bisa berbuat banyak karena aliran bola tersendat. Kebodohan Luke Shaw, Eric Bailly dan Harry Maguire membuktikan bahwa secara keseluruhan pemain United bermain layaknya tim amatir.

Enam gol yang bersarang ke gawang David de Gea bisa dibilang murni dari kesalahan para pemain belakang United dan taktik yang diterapkan Solskjaer pasca timnya bermain 10 orang. 

Gol pertama jelas kesalahan dari Shaw dan Maguire, begitu juga dengan gol pertama Son Heung-min. Keluarnya Martial karena kartu merah juga menunjukkan ketidakmampuan Solskjaer meramu taktik di kondisi tim tengah tertekan.

Pelatih asal Norwegia itu masih menahan untuk memasukkan pemain pengganti untuk menopang lini tengah saat Martial keluar. Hasilnya dua gol berhasil dicetak oleh Son dan Harry Kane. Gol ketiga dan keempat Spurs terbukti kreasi pemain Spurs memanfaatkan celah kosong di sisi kiri permainan United.

Keputusan Solskjaer dengan memasukkan Matic mengganti McTominay serta Bruno Fernandes dengan Fred di awal babak kedua juga keliru. Matic dan Fred merupakan tipikal pemain sejenis. 

Memasukkan dua pemain itu artinya Solskjaer hanya ingin United tak kebobolan lagi. Mental untuk comeback di kondisi tertinggal tidak diinginkan Solskjaer.

Terakhir keputusan Solskjaer yang sangat keliru di laga tadi malam tadi tentu saja memasukkan Donny van de Beek di kondisi United sudah tertinggal 6 gol. Bermain sejak menit ke-68, eks pemain Ajax itu lepaskan passing akurat mencapai angka 90,9 persen, lebih tinggi dibanding Nemanja Matic.

Data Whoscoted mencatat van de Beek mendapat rating 6.32 sedangkan Matic hanya memiliki rating 5.55. Mengapa Solskjaer baru memasukkan van de Beek di kondisi timnya sudah tak mungkin lagi mengejar ketertinggalan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun