Mohon tunggu...
Galih Prasetyo
Galih Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - pembaca

literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepak Terjang Pembajak Final Piala Dunia 2018 hingga "Di-Munir-kan"

20 September 2018   09:33 Diperbarui: 20 September 2018   11:03 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pussy Riot | gettyimages

Pada perhelatan Final Piala Dunia 2018 yang mempertemukan Prancis kontra Kroasia di Luzhniki Stadium sempat terjadi insiden pembajakan yang dilakukan sejumlah laki dan perempuan.

Mengenakan seragam seperti polisi Rusia -- celana panjang hitam, kemeja putih lengan panjang, sepatu pantofel, dasi hitam --, para pembajak ini masuk ke tengah lapangan di menit ke-52 dan mendatangi sejumlah pemain hingga mengacaukan fokus pemain Prancis serta Kroasia.

Akibat aksinya tersebut, para pembajak harus mendekam di penjara selama 15 hari serta dilarang menghadiri semua event olahraga selama 3 tahun. Para pembajak itu ialah personil dari grup band asal Rusia, Pussy Riot.

Pembajakan final Piala Dunia 2018 bukan kali pertama aksi mereka mengguncang Rusia. Pada 2012 misalnya, mereka membuat konser di salah satu gereja Kristen Ortodoks di Rusia dan membawakan lagu yang berjudul 'Punk Prayer: Mother of God Drive Putin Away'.

Hal itu mereka lakukan sebagai bentuk protes kepada pemimpin Gereja Ortodoks Rusia yang meminta para jemaatnya mendukung Putin di Pilpres Rusia.

"Gereja adalah senjata dalam kampanye pemilihan Putin yang kotor. Putin ialah orang yang jauh dari kebenaran Tuhan," begitu pernyataan Pussy Riot usai aksi kontrovesialnya tersebut.

Akibat tindakannya tersebut, sejumlah personel Pussy Riot harus mendekam di penjara selama dua tahun. Tidak hanya ancaman penjara yang mereka dapati namun lebih dari itu.

Teranyar salah satu anggota Pussy Riot, Pyotr Verzilov seperti dikutip dari newyorker.com, 'dimunirkan' alias diracun. Dugaan diracunnya Verzilov didukung oleh hasil pemeriksaan dokter dari Universittsmedizin Berlin, universitas medis terbesar di Jerman.

"Ketika dia melihatku dan Nika Nikulshina kemarin, dia berkata, 'senang sekali melihatmu tanpa diborgol'. Penting untuk menyadari, hidup Peter dalam bahaya. Dia bisa mati kalau Nika tidak berada di dekatnya saat itu," bunyi pernyataan resmi Pussy Riot usai insiden tersebut.

Kejadian diracunnya Verzilov terjadi usai pria 30 tahun tersebut menghadiri persidangan salah satu personal Pussy Riot, Veronika Niklushina. Ia tiba-tiba jatuh pingsa dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Kabarnya kini kondisi Verzilov berangsur-angsur membaik. 

Sepak terjang Pussy Riot tidak hanya sebagai band musik, mereka juga dikenal sebagai aktivis yang banyak menyuarakan ketidakadilan di Rusia. Band yang digawangi Nadya Tolokonnikova, Yekaterina Samutsevich, Maria Alyokhina, serta Pyotr Verzilov mulai terbentuk sejak 2011 lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun