Mohon tunggu...
Politik

Pergerakan Organisasi Masyarakat (Ormas) Pasca Reformasi: Potret Demokrasi Yang Bablas?

4 Maret 2016   14:23 Diperbarui: 4 Maret 2016   15:37 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Seminggu terakhir Indonesia Berbicara  mengangkat diskusi mengenai potret organisasi masyarakat di Indonesia. Terdapat 3 pertanyaan yang diajukan oleh tim Divisi Materi Indonesia Berbicara yakni 1) Apakah pergerakan ormas di Indonesia masih memenuhi asas dan tujuan asli? 2) Selain faktor kebebesan berpendapat, apakah faktor lainnya yang memunculkan kerusuhan serta ketidaksesuaian dalam pergerakan ormas pasca reformasi? 3) apakah UU No 17 mengenai ormas pada 2013 kemarin mampu untuk mencegah tindakan negatif yang dilakukan secara efektif? dan 4) sebagai negara yang baru menganut riil demokrasi, bagaimanakah solusi untuk menanggulangi aspirasi ormas dengan kecenderungan politik yang mengkhawatirkan?

Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan, banyak yang berpendapat bahwa sebagian ormas  sudah tidak memenuhi asas dan tujuan asli. Bahkan sedari awal pendirian terdapat ormas yang tujuan awalnya sudah menyimpang dari Pancasila. Sebagai tindakan preventif untuk meminimalisir ormas yang memicu perpecahan  di masyarakat maka diperlukan adanya sebuah musyawarah atau mediasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah sehingga terdapat dialog antar ormas. Tak hanya itu, partisipasi masyarakat juga diperlukan untuk dapat meminimalisir ormas yang tidak sesuai dengan paham Pancasila.

Terdapat beberapa faktor lainnya yang memunculkan kerusuhan yakni 1) Adanya multitafsir terhadap nilai-nilai Pancasila ataupun Undang-Undang, dimana seringkali orang memandang bahwa kebebasan berpendapat dan berserikat memberikan keleluasan lebih bagi masyarakat kelompok tertentu untuk membuat kericuhan. 2) Faktor kultural. Dimana orang lebih senang menggunakan kekerasan (akibat faktor kultural), yang mungkin terjadi karena kurangnya toleransi antar masyarakat Indonesia. 3) Peran pemerintah untuk deal langsung dengan kelompok tersebut masih kurang.

Munculnya UU No 17 tahun 2013 yang telah jelas mengatur mengenai ormas. Namun kurangnya penegakan UU dengan tegas dan adil oleh Pemerintah maka terjadinya lemahnya peran UU dalam mengatur jalannya suatu sistem negara. Sudah seharusnya Pemerintah melakukan proses monitoring yang bersifat inklusif.

 

Kurniawati Hasjanah, Hubungan Internasional Angkatan 2012, Universitas Prof.dr.Moestopo Beragama 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun