Mohon tunggu...
Indira Abidin
Indira Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kematian adalah Ketidakpastian yang Dapat Dipersiapkan dengan Baik

11 Februari 2017   23:31 Diperbarui: 12 Februari 2017   01:01 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arti hidup manusia tidak ditentukan oleh panjang dan pendeknya. Ada yang umurnya pendek tapi sungguh penuh arti. Rasulullah "hanya" berumur 63 tahun, namun usia itu cukup untuk menyampaikan pesan Allah bagi umat manusia. Semua tugas dan missi hidupnya usai dalam 63 tahun. Ada pula yang berumur sampai di atas 70 tahun tapi tidak sesuai dengan tujuan penciptaannya. Bukan panjang pendek umur yang penting, tapi apakah umur tersebut ditutup dengan baik dan berkah?

Itulah yang ditunjukkan oleh sahabat saya, alm Sinta Rini Medrian. 

Rini dan aku adalah sama-sama penerima kurikulum kanker, bertemu di Lavender Ribbon Cancer Support Group dan kami banyak sekali menemukan kesamaan cara pandang. Rini mengikuti beberapa training yang juga aku ikuti. Kami sama-sama lulusan Magnetic Baar Power (MBP) yang diadakan oleh Mbak Auk Murat, sama-sama sempat menggunakan Electro Capacitative Cancer Therapy (ECCT) dan pada akhirnya kami sama-sama belajar self healing di Hanara.

Dari yang awalnya Rini tertutup mengenai kurikulum kankernya sampai akhirnya ia mampu menceritakannya dengan ringan dan tanpa beban. Beberapa blog post telah ditulisnya untuk berbagi pengalaman mengenai ilmu yang didapatnya dari kurikulum kankernya. Dari yang awalnya sangat mengandalkan logika sampai yang akhirnya benar-benar berhati lembut dan berjiwa tenang. DI akhir hidupnya Rini mampu mengobati sakitnya dengan dzikir, mampu membaca pengaruh dari setiap jenis dzikir yang berbeda pada organ-organ tubuh yang berbeda, bahkan tahu kapan adzan hadir tanpa harus melihat matahari, atau jam. Rini bisa merasa, meraba, menghayati dan menyelami jiwanya sendiri. Ia menjadi jiwa yang tenang dan siap dikumpulkan oleh Sang Penciptanya di akhir hidupnya.

Rini menjalani proses kurikulum kankernya dengan sangat tekun. Setiap pelatihan ditekuninya dan langsung diterapkannya pada kehidupannya. Setiap kejadian disyukurinya dan diambil pelajaran serta hikmahnya. Dari berbagai ilmunya ia sadar bahwa yang penting adalah mensucikan jiwa. Itulah sebabnya ia berguru di Hanara. Kami pun belajar berbagai ilmu tubuh, bagaimana jiwa, pikiran dan tubuh saling terkoneksi satu sama lain. Berbagai pelajaran didapatnya di sana. Rini berhasil mengasah Spiritual Intelligence nya di sana.

Dalam prosesnya tiba-tiba Rini menjadi sangat sensitif terhadap radiasi handphone. Ia tak lagi bisa pergi ke mana-mana karena dari perjalanan sampai tujuan banyak sekali handphone yang membuatnya tersiksa. Dan saat itulah ia benar-benar menyelami hidupnya berdua bersama ibunya. Rini mengatakan bahwa itulah saatnya Allah memintanya mulai belajar untuk menghadapi kematian.

Ia berkata pada ibunya, bahwa ia bukan takut mati, tapi takut amalnya belum cukup untuk bisa diterima olehNya dalam surgaNya. Rupanya setelah itulah ia diberikan waktu oleh Allah untuk mencukupkan semua amal ibadahnya, fokus hidup hanya untuk berdzikir.

Setelah sekian lama hidup di Jakarta bersama suami, Oddy Medrian, Rini dituntun oleh Allah untuk tinggal berdua ibunya, diurus kembali oleh ibunya yang luar biasa tangguh dan mendalami dzikir bersama ibunya. Di rumah Rini mengobati semua rasa sakitnya dengan dzikir. Ia tak pernah sekalipun mengeluh mengenai sakitnya. Rini selalu berprasangka baik pada Allah. Saat suaminya atau ibunya merasa khawatir, galau atau apapun yang di luar jalur, Rini selalu mengingatkan untuk kembali syukur, kembali ikhlas dan tersenyum. Ia pun berhasil mempelajari dzikir apa yang baik untuk setiap sakit yang dirasakannya. Tak pernah ada keluhan keluar dari mulutnya. Hanya penghayatan dan pencarian hikmah dari setiap kejadian.

Mendengar Rini sangat sensitif terhadap berbagai hal, bukan hanya radiasi handphone tapi juga microwave, atau pesawat yang terbang di atas rumahnya, aku teringat kisah putri yang tidur di atas puluhan tumpukan kasur dan masih bisa merasakan bahwa di bawah tempat tidur ada kacang. Aku cerita pada anakku, Hana, "Tante Rini itu seperti princess. Princess itu sangat sensitif dan bisa merasa kalau ada yang tidak beres, sekecil apapun." Itulah Rini bagiku. Dan betapa saat itu aku ingin menggali ilmu yang dipelajarinya mengenai dzikir dan organ tubuh, dzikir dan rasa, dzikir dan jiwa. 

Beberapa bulan menjelang akhir hayatnya Rini berusaha keras membangun tenaganya karena ia ingin mendampingi suaminya yang pindah ke Singapura. Dan akhirnya ia berhasil. Sampai akhirnya suaminya bisa berkomunikasi Singapura-Cimahi via whats app. Semua kondisinya membaik, dan semua mengira Rini sebentar lagi akan siap pindah ke Singapura. Aku pun sampai berencana untuk mengunjungi Rini di Singapura. Rupanya Allah memberi Rini kesempatan untuk menikmati kembali hidupnya dengan energi barunya. Dan selama beberapa bulan itu Rini benar-benar seperti "kejar setoran" melakukan dzikir sebanyak-banyaknya. Tujuan awalnya adalah agar ia bisa punya energi untuk bisa pindah ke Singapura, tapi ternyata Allah berkehendak lain. Itu semua adalah agar ia bisa benar-benar siap dan "cukup" untuk bisa pindah ke dalam surgaNya.

Setelah semua kondisi membaik, tiba-tiba Rini kejang. Aku pun sangat kaget ketika diberi tahu, karena aku fikir aku akan bisa menemui Rini di Singapura dengan kondisinya yang membaik semua. Kukirim doa padanya dan kuminta teman-temanku berdoa bersama baginya. Rupanya berbagai doa, shalat permohonan semua orang termasuk Rini sendiri, suaminya dan berbagai komunitas membuatnya sangat kuat. Meskipun tensinya turun naik Rini tidak pernah tidak sadar. Dan mulutnya selalu bergerak untuk berdzikir. "Kejar setoran," kata ibunya. Ketika suaminya melafazkan doa tak sesuai urutan, Rini tahu dan memintanya memperbaiki urutan doanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun