Belakangan ini, media sosial dipenuhi berbagai isu yang membuat banyak orang merasa tertekan. Dari kebijakan kontroversial yang disahkan, ancaman kebebasan berekspresi, hingga ketidakpastian ekonomi yang semakin nyata di depan mata. Masyarakat marah, kecewa, dan merasa tidak berdaya. Reaksi ini wajar.
Tetapi, pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya: apakah kita masih bisa bernapas di tengah derasnya informasi ini?
Doomscrolling dan dampaknya pada kesehatan mental
Di era digital, kita dengan mudah tenggelam dalam fenomena doomscrolling—terus menerus mengonsumsi berita negatif tanpa henti. Kita merasa perlu selalu update, khawatir tertinggal informasi, atau sekadar ingin ikut bersuara.Â
Namun, tanpa sadar, semakin dalam kita menyelami isu-isu ini, semakin besar tekanan mental yang kita rasakan. Pada titik tertentu, kita tidak lagi hanya sekadar peduli, tapi mulai merasa kewalahan dan putus asa.
Banyak orang mengira bahwa terus membaca berita negatif membuat mereka lebih waspada atau siap menghadapi kemungkinan terburuk. Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa terlalu banyak terpapar informasi yang mengkhawatirkan justru bisa memperburuk stres, kecemasan, bahkan menyebabkan kelelahan mental.
Rehat Sejenak: bentuk kepedulian pada diri sendiri
Kita sudah cukup terbebani dengan urusan hidup sehari-hari: tagihan yang harus dibayar, tekanan atasan, target yang harus dicapai, ancaman PHK yang semakin nyata, ekonomi yang anjlok, dan ketidakpastian masa depan.Â
Ditambah dengan banjir informasi negatif, bukan tidak mungkin kita malah kehilangan semangat untuk menjalani hari.Â
Oleh karena itu, mengambil jeda bukanlah tindakan yang salah. Mengistirahatkan diri dari gempuran berita tidak menjadikan kita apatis, tapi justru menjaga agar kita tetap bisa berjuang dengan lebih sehat dan efektif.
Analoginya seperti ini. Manusia itu mirip dengan mesin super canggih dan genius. Bergerak dengan cepat dan tak tertandingi. Namun, seperti yang kita tahui, mesin tidak selamanya menyala dan punya performa terbaik, bukan? Ada saatnya mesin panas dan butuh untuk dimatikan agar mesin jadi lebih dingin dan tidak rusak. Begitu juga manusia. Kita punya parameter sendiri yang harus kita sadari sampai titik kapan kita bisa menarik rem dan istirahat. Hal itu kita lakukan agar kita tidak mengalami stres berkepanjangan dengan semua masalah yang kita lihat dan alami.
Pada dasarnya, rehat sejenak bukan berarti mengabaikan. Kita tetap bisa mendukung perjuangan, tetap bisa bersuara, dan tetap bisa kritis. Tetapi, kita juga perlu menyadari batasan diri. Sesederhana membatasi waktu membaca berita, mengurangi diskusi yang terlalu panas di media sosial, atau menyibukkan diri dengan aktivitas yang lebih menenangkan—jalan sore, olahraga, membaca buku, atau sekadar menikmati tontonan ringan.