Mohon tunggu...
Indigo
Indigo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penyimak persoalan-persoalan sosial & politik,\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sinergi Antara PAUD dan Tenaga Medis

24 April 2012   01:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:13 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13352342451203377967

[caption id="attachment_183880" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi PAUD (Kompas/Arum Tresnaningtyas Dayuputri)"][/caption]

Kehadiran lembaga PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dikantong-kantong masyarakat marginal jelas sebuah kebahagiaan sekaligus sebuah ironi yang bercampur menjadi satu. Betapa tidak, UUD 1945 dalam pembukaannya telah mengamanatkan kepada negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi pada kenyataanya masih banyak masyarakat yang belum tersentuh oleh lembaga pendidikan yang ada.

Pemenuhan atas kebutuhan masyarakat marginal akan pendidikan anak usia dini tentu masih belum sebanding dengan lembaga-lembaga yang didirikan. Masih teramat banyak anak-anak yang terancam menjadi buta huruf dan angka atau minimal tidak lancar dalam membaca dan menulis saat memasuki usia pendidikan dasar (SD).

Kehadiran postingan Pak Dosen Muhammad Armand yang menyoroti tentang PAUD dan kesehatan anak-anak yang menjadi peserta didik seperti menyentil dan terkesan sinis terhadap usaha yang telah dilakukan oleh Ibu Icha Nors yang hadir dengan postingan-postingannya menyangkut PAUD.

Mungkin ada yang terlupakan bahwa kondisi yang disorot oleh Pak Dosen dalam postingannya dengan kalimat "‘Tumbuh kembangnya” PAUD menguras atensi penulis untuk mempersoalkannya, diawali hal ringan saja bahwa PAUD telah sanggup ‘memperdayai’ perilaku anak untuk dipaksa meninggalkan perilaku alamiahnya yang terlekat pada rasa ingin bermain mulai bangun sampai tertidur. Fase anak kecil memang naturalnya bertajuk seperti ini: Bangun Tidur-Main-Tidur lagi. Tidur lagi-Bangun lagi-Main lagi,adalah sebuah penafsiran dengan mengukur kemampuan pribadi Pak Dosen disadari atau tidak!.

Anak-anak marginal dibanyak tempat mungkin hanya mampu merasakan pendidikan sebatas PAUD saja, oleh karena rendahnya pendidikan orangtua dan kemampuan pembiayaan yang dimilikinya. Meskipun wajib belajar 9 tahun dan dan 20% telah dianggarkan dalam APBN untuk anak-anak negeri, pendidikan tetaplah menjadi sesuatu yang mewah bagi banyak masyarakat dinegeri ini.

Bersyukur saja bahwa ternyata negeri ini masih menyimpan orang-orang yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap nasib pendidikan  anak-anak usia dini, sehingga walaupun hanya bermodal sepetak ruang kecil dan kemampuan yang dimiliki bukan karena kepercayaan diri memiliki titel sarjana, melainkan rasa simpati dan empati terhadap nasib pendidikan anak-anak didiknya.

Memang ada lembaga PAUD yang mengkomersialisasikan pendidikannya. Namun tidak dengan PAUD-PAUD yang disorot oleh Pak Dosen Armand. Permintaan lembaga PAUD  menjadi lembaga PAUD yang holistik tentunya bukan perkara mudah. Apalagi jika dikaitkan dengan hadirnya lembaga-lembaga PAUD tersebut layaknya sebuah "pertolongan pertama pada kecelakaan", bahwa yang menjadi penolong korban kecelakaan tak mesti ia seorang paramedis. Siapa saja bisa membantu sang korban selama ia memiliki kefahaman untuk membantu sang korban dengan standar minimal hingga mereka ditangani ahlinya. Begitulah gambaran umum para pengelola PAUD yang ada, bahwa mereka hanyalah sebatas menjadi penolong bagi anak-anak marginal.

Bila kemudian menilai bahwa PAUD rentan timbulnya penyakit mengingat kondisi-kondisi faktual yang ada, sehingga pengelola PAUD juga harus memperhatikan masalah kesehatan anak didiknya, rasanya seperti meletakkan beban yang seharusnya tidak ditanggung dipundak mereka. Meskipun Pak Dosen Armand menyarankan untuk bekerjasama dengan klinik atau tenaga medis.

Mengapa seperti menaruh beban dipundak pendidik PAUD?, karena sepertinya Pak Dosen menganggap kehadiran tenaga medis adalah sebuah keharusan, bukan sebagai sebuah kesadaran untuk memiliki rasatanggung-jawab yang sama untuk bersimpati dan empati terhadap kesehatan anak peserta PAUD.

Kalau Depdiknas punya terobosan untuk memecah problem pendidikan negeri ini yaitu mengenai buta huruf dan angka sedini mungkin dengan kebijakan PAUD-nya, bolehlah kita juga berharap kepada Depkes untuk meluncurkan kebijakan dengan fokus yang sama yaitu anak-anak usia dini dengan program Klinik Kesehatan Usia Dini (KKUD). Sehingga apa yang dikhawatirkan oleh Dosen Armand akan agen-agen penyakit di PAUD menemukan solusinya, yaitu dengan sinergi antara pengelola PAUD dan KKUD.

Masalahnya kini adalah adakah tim medis yang memiliki simpati dan empati dan mau berbuat yang sama seperti yang dilakukan oleh pengelola PAUD?, mari kita tanyakan kepada Pak Dosen Muhammad Armand!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun