Mohon tunggu...
Indah Sari
Indah Sari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Is Fine

Live is never flat so stay enjoy

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Langit Biru - Chapter VI

10 Juli 2020   22:33 Diperbarui: 10 Juli 2020   22:38 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Well, Holla semuanya semoga hari ini menyenangkan untuk kita semua. Ini adalah sebuah cerita fiksi, untuk tambahan cerita, saran, bahkan kritiknya bisa langsung komentar atau langsung DM Instagramku yah. Skuy, langsung baca gaes...

Chapter VI - Titik Berat

Hari Minggu berlalu sangat cepat, aku tidak bisa mengingat masa kecil yang diceritakan ibu dan Adin. Memori pada masa itu hilang, hanya saja saat ibu menceritakannya kembali aku merasakannya dan mengalami beberapa peristiwa seperti yang ibu ceritakan. 

Cerita yang paling membuatku merasakannya adalah cerita saat aku berusia 6 tahun kala itu aku berangkat sekolah bersama Adin. Saat berjalan bersama menuju ke sekolah, aku merencanakan untuk bolos sekolah. Motivasiku saat itu karena hari itu, paman Yam adik dari ayah berkunjung ke rumah. Saat 15 menit pelajaran dimulai aku mengangkat tangan dan ibu guru langsung mendekatiku. 

Dengan nada lesu dan lemas aku mengatakan bahwa aku pusing. Karena rumahku tidak begitu jauh dari sekolah ibu guru langsung mengantarkanku pulang ke rumah. Saat dirumah ibu menyiapkan teh hangat dan obat pereda sakit kepala. Aku meminumnya dan langsung berbaring diatas kasur kamarku. Beberapa menit kemudian terdengar roda koper yang diseret dan suara berbincang. 

Aku bergegas turun dan mendekati bunyi suara perbincangan. Paman Yam menyapaku dari kejauhan Oliv. Aku langsung mendekati paman Yam dan bercerita bahwa aku telah melakukan akting yang baik. Ibu guru, teman-teman sekolah, dan ibu tertipu oleh kelakuanku hari ini. "Apakah paman sudah siap merekrut aktris cilik ?". Dalam cerita ibu yang terasa kompleks itu, aku hanya dapat merasakannya saja dan tidak ada ingatan sedikitpun tentang kejadian itu.

Keesokan paginya aku diantarkan ayah, sesampainya di sekolahan itu aku mencoba mencari ruangan ujian. Aku mencoba mencari mading untuk menemukan ruangan 16. Saat sampai di mading sekolah, aku mendapati informasi bahwa ruang 16 itu berada disebelah kanan mading dan berada diantara dua ruang lainnya. 

Saat aku masuk, ada seorang perempuan yang memanggil namaku livia. Nama panggilan itu hanya dipanggil oleh teman-teman di Palembang. Saat itu aku langsung mencari suara yang memanggil namaku. Ya, benar saja ternyata dia Amaira teman masa kecilku di Palembang. Aku merasa bahagia karena aku dan Amaira adalah teman sekolah dasar pada kelas 5. Saat kelas 6, Amaira pindah sekolah dikarenakan ayahnya bertugas di Malang. 

Ketika aku duduk, Amaira menceritakan alasannya ingin masuk SMA ini juga. Semua siswa lulusan dari SMA ini berkualitas dan 15% diantaranya lulus di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Luar Negeri. Itu juga yang menjadikan motivasiku untuk mempertaruhkan semuanya untuk masuk sekolah ini. Beberapa menit kemudian bel berbunyi dan kami harus duduk dikursi yang sesuai dengan nomor ujian. 

Suasana hening dan senyap juga menyelimuti ruangan kala itu. Enam puluh menit kemudian kami semua menyelesaikan ujian, saat pulang Amaira mengajakku untuk berjalan kaki ke rumah. Karena rumah kami hanya terpisah oleh satu kompleks. Sesampainya digerbang sekolah, aku dijemput oleh ibu menggunakan vespanya. Karena ibu telah menjemputkku, aku memutuskan untuk pulang bersama ibu. Seingatku saat itu motor ibu menjadi sorotan siswa-siswi yang mengikuti tes ujian masuk SMA.

Pengumuman lulus ujian SMA adalah 2 minggu setelah ujian berlangsung. Selama 2 minggu itu juga aku masih sibuk untuk mencari minat dan bakat. Apakah aku akan memilih IPA atau IPS nantinya dan mencari juga SMA Negeri lainnya untuk cadangan serta terus belajar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun