Mohon tunggu...
Inda Nugraha Hidayat
Inda Nugraha Hidayat Mohon Tunggu... Guru - Guru | MC | Penulis

Seorang MC yang suka Menulis Puisi, Prosa, Drama, dll, dalam bahasa Sunda dan Indonesia, di sela kesibukannya mengajar di sebuah SMK Swasta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Flash Fiction | Interogasi

2 Januari 2020   17:31 Diperbarui: 2 Januari 2020   23:10 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihatmu menangis itu, dulu, waktu Mami menemukanmu terlantar di trotoar. Di depan rumahnya. Tujuh bulan ke belakang. 

"Sudah tujuh hari," katamu di sela sedu. Kepada Mami kamu mengaku, pergi dari panti setelah tujuh tahun dikurung. Kamu kabur, tanpa tahu arah tujuan. Menggelandang dari sudut ke sudut kota. Sebatangkara. Tanpa sanak saudara. Tanpa tahu harus meminta bantuan siapa. Ya, itu terahir kali melihatmu menangis.

Berbulan-bulan, sejak Mami menampungmu, tak pernah lagi airmatamu terlihat berurai. Bahkan, ketika Mami meninggal tujuh hari yang lalu pun, kamu tak terlihat bersedih. Padahal kurang baik bagaimana Mami padamu? Mangangkatmu dari jalanan. Memberimu pakaian. Memberimu kasih sayang. Berbulan-bulan. Kamu diberinya tempat. Segala kebutuhanmu dipenuhi. Diperhatikan. Dijadikan keluarga. 

"Yang mati tak akan hidup lagi dengan ditangisi," katamu. Tanpa airmata.

Baru malam ini, aku melihat matamu kembali berlinang. 

"Tujuh orang," katamu di sela sedan, "termasuk..." 

Ragu-ragu kamu melirik padaku, ketika polisi-polisi itu menanyakan siapa saja yang turut memutilasi Mami.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun