Bulan Ramadan telah meninggalkan kita. Harumnya masih teringat selalu dan ada kesan-kesan yang menetap di hati. Salah satunya tentang salat tarawih yang berkesan.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ramadan kemarin kami sekeluarga melaksanakan salat tarawih di Masjid Khadijah.
Masjid ini jaraknya kurang lebih dua atau tiga kilometer dari rumah kami. Masjidnya tidak terlalu besar, tapi jamaahnya lumayan banyak.
Suatu ketika kami hendak salat tarawih, ada pengumuman dari panitia. Nanti setelah salat jangan buru-buru pergi, karena ada jenazah yang harus disalatkan.
Seketika ada perasaan mencekam di hati saya. Turut berduka untuk keluarga yang ditinggalkan, dan mendoakan mayit agar segala amalnya diterima Allah SWT. Terlebih ia meninggal di bulan baik.
Ini bukan pertama kalinya saya salat jenazah, namun sepertinya yang pertama buat si bungsu yang kala itu ikut tarawih bersama.
"Salat jenazah itu beda, Nak. Nggak ada ruku' dan sujudnya. Dilakukan dengan berdiri saja," ucapku mengingatkan.
"Iya, lalu apa bacaannya?" tanya si bungsu.
Saya pun sudah lupa harus bagaimana. Maka di sela-sela jeda salat saya cari di internet: cara melakukan salat jenazah.
Salat jenazah didahului dengan niat, dilakukan dengan berdiri dan dilakukan dengan empat kali takbir. Setelah takbir pertama membaca Al fatihah; setelah takbir kedua membaca shalawat nabi; setelah takbir ketiga membaca doa untuk jenazah; setelah takbir keempat membaca doa untuk jenazah dan orang yang menyalatinya. Setelah itu salam. Â Selesai.
Setelah paham, kami berdua siap melaksanakan salat jenazah usai salat witir. Saat dari barisan laki-laki terdengar suara yang mengingatkan waktu salat jenazah akan segera dimulai, beberapa jamaah perempuan merapat ke depan, masih di area jamaah perempuan. Saya tersadar, salat berdiri tidak harus ada jarak karena kita tidak perlu ruku' dan sujud dan duduk yang mengambil lebih banyak ruang. Kami pun melaksanakan salat jenazah dengan cepat.