Dulu saat anak-anak saya masih kecil, selain berlebaran bersama keluarga besar, mereka juga kami ajak keliling ke rumah tetangga dan teman kantor. Saat itu kalau saya pikir-pikir, energi sosial alias social energy yang saya dan suami miliki masih full baterai. Â
Selain bertujuan menjalin silaturahmi, kami juga melakukannya karena ingin anak-anak punya kenangan keliling ke rumah-rumah orang saat lebaran. Lucunya kenangan yang tertancap di kepala anak-anak adalah mereka disuguhi minuman soda hampir di setiap rumah. Memang secara umum, banyak keluarga di Makassar menyetok minuman bersoda saat lebaran.
Kini saat anak-anak sudah besar, acara silaturahmi lebaran kami pusatkan hanya pada keluarga inti. Karena kami berdiam di Kota Makassar, sedangkan orang tua saya tinggal di Malang, maka kadang kami berlebaran di Makassar dan kadang di Malang. Bergantian saja nurut sama arahan suami kalau saya mah.
Seperti saat idulfitri 1446 H ini, kami berlebaran di Kota Malang. Kebetulan anak-anak sudah lama tidak ketemu oma dan opanya. Oma alias mama saya juga kondisi kesehatannya kurang baik akibat demensia yang dideritanya.
Lebaran hari pertama, adalah saatnya sungkem dan makan-makan. Yang ngumpul hanya keluarga inti. Oma, opa, semua anak-anaknya (kami lima bersaudara) dan cucu-cucunya. Tidak terlalu banyak energi sosial yang saya keluarkan. Sebab semua yang hadir keluarga inti. Paling-paling nyari topik obrolan dengan keponakan-keponakan yang lama nggak ketemu.Â
Suasana santuy karena kami masak sendiri dimakan sendiri. Tempat duduk juga tidak perlu diatur, sesukanya saja. Dan mau ambil makan berkali-kali juga tidak ada yang melarang. Benar-benar santuy. Kalau kakak-kakak yang tinggal di lain rumah sudah pulang, ya kami tidur setelah membereskan piring-piring.
Lebaran di Makassar tak kalah santuynya. Â Biasanya kami ke rumah kakak yang paling dituakan. Di sana makan-makan lalu bagi-bagi angpau untuk para cucu. Keluarga besar suami kadang ngobrol pakai bahasa Bugis, saya ya santuy saja walau tak tahu artinya.Â
Semua dibuat santuy mengalir saja. Energi sosial juga tak terlalu keluar dengan effort. Paling-paling kalau pulang dan capai, kami ya terus tidur. Begitu saja terus, tak ada yang istimewa.
Lebaran memang merupakan hari kemenangan, tapi tidak lantas harus dirayakan besar-besaran. Menggelar open house yang dihadiri ratusan orang. Keluarga kami nggak begitu. Selain memang nggak ada dananya, sekarang kami fokus pada keluarga inti saja. Â Silaturahmi di hari pertama lebaran, dan setelah itu fokus lagi pada keluarga inti, keluarga kecil kami.
Kita nggak perlu mengeluarkan energi sosial yang teramat besar untuk merayakan lebaran. Karena hidup sederhana saat puasa ramadan, tidak boleh seperti terhapus sehari dengan hujan perayaan lebaran yang berlebihan. Jika harus hemat secara finansial, kita harus juga hemat energi sosial, agar tetap waras menjalani hari-hari ke depan. Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI