Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memberi Hadiah untuk Guru? Boleh, Tapi yang Wajar Sajalah

4 Juli 2022   21:46 Diperbarui: 4 Juli 2022   22:06 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hadiah Untuk Guru (Sumber: Pixabay/Harry Strauss)

Sejak saya sekolah TK sampai SMA, ataupun di perguruan tinggi - sependek ingatan saya, tak sekalipun orangtua saya membawa hadiah untuk guru saat penerimaan rapor. Bukan karena orangtua saya pelit, namun tradisi memberi hadiah pada guru kayaknya memang tidak ada di era 80-an dan 90-an. Entah benar-benar tidak ada, atau sebenarnya ada tapi tidak terlalu masif dan provokatif seperti sekarang.

Tradisi memberi hadiah pada guru baru saya pahami saat saya menjadi orangtua. Saat pengambilan rapor, di meja bu guru ada onggokan kado yang membuat hati orangtua yang tidak bawa kado jadi merasa tersindir halus, hehehe. Akhirnya kadang-kadang saya memberi hadiah pada bu guru, tapi tidak setiap penerimaan rapor. 

Penerimaan rapor baru-baru ini saya hanya bertangan kosong saat mengambil rapor anak, sedangkan semester sebelumnya saya datang membawa sekotak tahu sumedang. Nah, kalau bagi saya hadiah itu nggak usah terlalu mewah. Makanan malah enak jadi bisa dijadiin cemal-cemil bu guru sambil memberi masukan ke wali murid.

Tahun-tahun sebelumnya, saya pernah memberi mukena pada salah satu ibu guru anak saya, lalu membawa brownies, juga memberi hadiah buku. Benar-benar hadiah sederhana dan saya berikan dengan tulus tanpa terpaksa atau tertekan.

Saat anak saya sekolah di Jogja, ada satu kesempatan di mana hadiah ini diberikan secara kolektif, kebetulan saya diajak diskusi dengan seluruh ibu-ibu orangtua murid. Kesimpulannya, hadiah waktu itu berupa iuran untuk membeli sesuatu benda yang agak lumayan harganya. Saya lupa benda apa yang dibeli waktu itu, tapi iurannya juga tidak terlalu besar.

Soal pembelian hadiah secara kolektif ini rupanya juga dialami seorang sahabat saya di Kota Bogor. Bedanya ia sempat mengeluh karena harus membayar iuran sebesar Rp800.000 untuk sama-sama membeli perhiasan emas sebagai hadiah untuk guru. Wah, kalau harus merogoh kocek hingga Rp800.000 sih saya juga pasti agak keberatan. Memang sekolah anak teman saya termasuk sekolah berbiaya mahal. Tapi sekolah mahal kan bukan berarti semua wali muridnya orang berpunya.

Kalau diminta berpendapat apakah boleh memberi hadiah pada guru, pada prinsipnya saya sih boleh-boleh saja, tapi ada adabnya. Beri hadiah di sekolah boleh, tapi tidak usah benda yang sangat mencolok hingga membuat orangtua yang tidak bawa apa-apa jadi minder. Hei, hadiah ini bukan kewajiban.

Akan lebih baik lagi jika hadiah diberikan sambil bersilaturahmi ke rumah bu guru. Jadi tidak ada yang melihat Anda memberi bu guru hadiah. Mau ngasih kulkas atau TV juga nggak ada yang tahu.

Hadiah untuk guru juga bukan hal yang layak untuk dipamer-pamerkan. Misalnya memosting seperangkat perhiasan emas di medsos dengan kepsyen: alhamdulillah hadiah buat bu guru si bocil sudah siap diantarkan. 

Beuh, seperangkat perhiasan emas ... hadiah apa mahar, tuh?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun