Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Koleksi Barang Jadi Lebih Berkah

5 Mei 2021   06:14 Diperbarui: 5 Mei 2021   06:17 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memilih bacaan di toko buku, untuk melengkapi koleksi (Sumber: dokpri)

Koleksi adalah sebuah kata serapan dari bahasa asing (Inggris) collect yang artinya mengumpulkan. Dalam KBBI, koleksi diartikan sebagai kumpulan (gambar, benda bersejarah, lukisan, dan sebagainya) yang sering dikaitkan dengan minat atau hobi objek. Pada perkembangannya, hobi koleksi ini merambah ke segala benda, mulai dari yang biasa-biasa, hingga luar biasa. 

Salah satu pehobi koleksi yang saya ingat baik karena sempat fenomenal pada masanya adalah hobi dari mantan first lady Filipina, Imelda Marcos. Bu Imelda ini merupakan istri dari Presiden Ferdinand Marcos yang berkuasa di Filipina tahun 1965-1986 kira-kira sezaman dengan pemerintahan orde baru. Presiden Ferdinand Marcos dikenal memerintah negaranya secara otoriter dan dilengserkan berkat people power.  Nah, Bu Imelda Marcos ini dikenal sebagai kolektor sepatu. 

Saat Presiden Ferdinand Marcos dilengserkan, koleksi sepatu Madam Marcos merupakan salah satu 'harta' yang disoroti. Bagaimana tidak, sepatu beliau mencapai 1.220 pasang sepatu! Bahkan di situs berita lainnya ada yang menulis 2.700 sepatu. Ada pula yang menulisnya 3.000 pasang. Jumlah pastinya saya tidak tahu, karena saya belum pernah menghitungnya, hahaha.

Bayangkan, jika kita reduksi menjadi 1000 pasang sepatu saja, itu artinya setiap hari selama 1000 hari ia selalu memakai sepatu yang berbeda. 1000 hari itu kurang lebih tiga tahun. Hmmm, apa kabar saya, yang membeli sepatu hanya kalau yang lama sudah rusak ... hehehe. Ayo, yang senasib, ngacung!

Terus bagaimana dengan nasib sepatu-sepatu Bu Imelda itu? Saya jadi kepo juga dan berusaha melacaknya. Jadi, ceritanya saat ada gerakan rakyat Filipina untuk menggulingkan Presiden Marcos, keluarga Marcos ini ngungsi ke Hawaii. Meninggalkan harta mereka termasuk sepatu-sepatu Madam Marcos. Ya iyalah, sepatu bejibun gitu mana sempat dikarungin dibawa kabur. Lantas kemudian pengganti Presiden Marcos, Corazon Aquino memajang sepatu-sepatu tersebut di istana kepresidenan. Tujuannya sebagai pengingat gaya hidup hedon pemimpin sebelumnya. 

Saat Aquino sudah tidak lagi menjadi pemimpin Filipina yaitu tahun 1992, sepatu-sepatu itu dialihkan ke area bawah tanah dan tahun 2001 sekitar 800 pasang sepatu dipinjam oleh Museum Sepatu Marikina yang kemudian menjadi objek wisata yang terkenal. Konon kabarnya sepatu-sepatu itu sebagian ditumbuhi jamur, mungkin sebab penyimpanan yang kurang baik.

Oh ya, sepatu-sepatunya tentu saja sepatu bermerek yang mahal ya. Bukan yang beli satu, gratis satu - macam yang banyak ditawarkan di gerai-gerai mal tanah air. Iyalah, secara istri presiden gitu loh. 

Yah, gitu deh kalau era 80-an koleksi orang kaya masih sebatas sepatu, kalau zaman sekarang orang kaya tidak terbatas pada penguasa negeri. Pengusaha dan artis banyak yang kaya, dan banyak juga di kalangan mereka yang pamer kekayaan di media sosial, sehingga dengan mudah kita mengetahui pengusaha mana yang koleksi berlian, atau artis mana yang koleksi mobil mewah. 

Tontonan yang cukup menyenangkan untuk ditonton sebagian besar penduduk Indonesia - yang menonton sebagai pengalihan rasa pegal setelah seharian memulung di TPA, atau seharian mencuci puluhan kilo baju kotor tetangganya, atau seharian menanam padi di sawah, atau seharian menyayat ikan lalu menjemurnya sebagai ikan kering. 

Bagi saya sendiri, hobi koleksi adalah kenangan masa kecil yang indah. Saya bersama kakak perempuan saya (sebenarnya dia sih sebagai pelopor dan saya pengikut setia), mengoleksi berbagai jenis benda. Yang pertama tentu saja perangko. Seingat saya, kakak menerima warisan perangko-perangko lama entah dari siapa, lalu mulai melengkapi perangko tersebut. 

Kami mulai mengoleksi saat saya SD, kakak saya SMP. Lanjut hingga saya SMA dan mulai suka hobi surat-suratan dan memiliki sahabat pena. Kakak saya juga sama, hobi surat-suratan, sehingga koleksi perangko kami bertambah dengan cepat. Tapi apakah hobi tersebut kami lakukan dengan istikomah? Tentu tidak. Pas kakak harus kuliah di Undip, mendekamlah buku koleksi perangko di laci rak buku. Sepertinya sampai sekarang masih ada di rak, di rumah orangtua saya di Malang. 

Yang kedua, koleksi uang kuno. Bukan koleksi serius, karena kami hanya mengumpulkan uang-uang logam warisan entah siapa. Ada uang sen yang bolong itu seingat saya. Lalu kami menambahkan koleksi uang 5 rupiah, 10 rupiah, 25 rupiah - yang sebetulnya belum kuno alias masih laku zaman saya SD. Saya waktu masih SD bawa uang Rp25 tiap ada pelajaran olah raga (kalau di hari lain biasanya bawa bekal sendiri), dan itu bisa dapat es lilin 1 dan kacang atom 1. Sudah mewah itu bagi anak kecil SD. Nah, kalau uang-uang ini sekarang mungkin juga masih bersemayam di rak buku di rumah orangtua saya.

Koleksi ketiga adalah bungkus permen. Permen zaman dulu bungkusnya kertas kecil segi empat yang membungkus permen dengan cara dililitkan, lalu dipuntir kedua ujungnya. Kami akan menyimpan bungkus permen dan membuatnya lurus dan rapi dengan menjepit bungkus permen di sela-sela buku tebal. Apa menariknya mengoleksi bungkus permen? Menariiiiik banget. Kalau lagi senggang kami melihat-lihat bungkus yang beraneka ragam, bagus-bagus, lho. Tapi ini nasibnya lebih malang lagi. Seingat saya mungkin bungkus-bungkus tak bersalah itu lalu kami buang setelah kami merasa bosan. Ahaiii, namanya juga anak-anak, ya?

Koleksi yang masih bertengger di rak buku kami di Malang, ya tentu saja, koleksi buku cerita. Papa saya suka membaca dan rutin membelikan serta mengajak anak-anaknya ke toko buku. Koleksi serial Pasukan Mau Tahu dan Lima Sekawan kami bisa dikatakan cukup lengkap. Ada pula Trio Detektif, Hardy Boys, Malory Towers, Serial Si Badung. Belum lagi cergam seperti Tintin, Tanguy and Laverdure, Komik Nina, Jo Susi dan Yoko, dan masih banyak lagi. 

Sekarang saya juga lumayan sering membelikan buku untuk anak-anak saya, selain tetap membeli buku untuk saya sendiri. Namun kalau dibilang koleksi sih, nggak juga. Saya mencoba memertahankan jumlah buku secukupnya memenuhi lemari. Jadi secara rutin saya sortir untuk saya jual atau saya sumbangkan ke taman bacaan. 

Jadi, hobi koleksi menurut saya sah-sah saja, tapi dari pada dinikmati sendiri, jauh lebih baik jika hobi koleksi itu juga dinikmati/bermanfaat buat orang lain. Misalnya koleksi buku sekaligus membuat taman baca atau perpustakaan. Manfaat buku tentunya akan lebih dirasakan oleh orang banyak. Koleksi sepatu atau barang-barang mewah lainnya juga bisa bermanfaat jika dijadikan museum kayak koleksinya Madam Marcos yang sudah saya ceritakan di awal. 

Jika kita membuat pameran atau sekaligus museum untuk barang koleksi kita, selain kita masih dapat memiliki barang tersebut, juga bisa dapat duit dari pengunjung pameran atau museum. Keuntungannya bisa dobel dan insyaAllah jadi lebih berkah.**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun