Mohon tunggu...
Indah Permata Sari
Indah Permata Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Farmasi, FMIPA, Universitas Sriwijaya

find me on my blog : https://www.indahladya.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pandemi Bukan Ajang "Siapa Paling Produktif"

31 Juli 2020   20:24 Diperbarui: 4 Agustus 2020   22:46 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin saya belum pernah mengalami pengalaman bekerja demikian, tapi mencontoh ke rekan-rekan bahkan keluarga saya yang sudah memasuki dunia kerja, wah, gak "senganggur" yang kalian bayangkan loh.

Mereka yang biasanya pulang jam 5 sore dan mengakhiri waktu kerja mereka malah harus bekerja non-stop hingga tengah malam untuk menyelesaikan tugas-tugas dan kewajiban dari atasan yang nyatanya lebih banyak daripada sebelum pandemi berlangsung.

Nah, setelah kerjaannya selesai, next, ngapain nih? Bisa saya bilang bahwa cara terbaik untuk melepas jenuh dan penat sehabis menyelesaikan tugas dan kewajiban, ya mungkin scrolling di instagram. Lalu apa yang kita dapatkan dari scrolling di instagram? Yap, betul, kita akan dihadapkan dengan 2 pilihan. 

Pilihan pertama, untuk tenggelam dalam berita-berita menakutkan yang saat ini tentunya terfokus pada virus Covid-19 yang kini melanda dunia, atau pilihan kedua, untuk ter-influence pada orang-orang yang tiba-tiba muncul di Instagram dan membagikan semua aktivitas produktif yang dia jalani selama pandemi ini.

Beberapa orang mungkin akan tenggelam pada pilihan pertama namun tidak sedikit yang memilih untuk tenggelam pada pilihan kedua, saya salah satunya. Sejujurnya, pandemi ini membuat saya kaget karena ketika berlayar di media sosial, tiba-tiba saya merasa menjadi satu-satunya orang yang tidak produktif saat itu.

Mungkin bagi sebagian orang, produktif menjadi sebuah coping mechanism terbaik untuk berusaha bertahan melewati pandemi yang sedang melanda dunia saat ini. Produktif seolah menjadi sebuah sarana dan terapi untuk mengalihkan perhatian dari berita dan kabar sedih yang kita terima di setiap harinya.

Dikutip dari Dana Dorfman, seorang psikoterapis, dalam The Washington Post, "dalam pergolakan yang begitu menakutkan hingga bersifat traumatis, orang-orang cenderung menyalurkan kecemasan mereka menjadi sebuah produktivitas."

Jangankan influencer, teman-teman bahkan kerabat dekat saya pun tiba-tiba membuat saya merasa minder karena tidak ada apapun yang bisa saya tunjukkan saat itu.

Namun, bukan berarti saya seharian rebahan doang loh, banyak kegiatan yang saya lakukan, seperti bersih-bersih rumah, atau bahkan sekadar membaca novel-novel lama yang belum sempat saya selesaikan kemarin.

And again, sepertinya itu tidak menarik untuk ditunjukkan ke media sosial yang saat itu sedang berkompetisi "siapa paling produktif". Berbagai jenis resep masakan hadir di instagram bahkan youtube, mulai dari masakan rumahan, masakan western, atau bahkan sekedar cemilan ringan.

Saya merasa kecewa dengan diri saya saat itu yang sepertinya terlihat sangat tidak produktif, seperti menghukum diri sendiri. Dan saya berjanji untuk lebih produktif saat itu dengan mulai mencoba resep-resep dessert sederhana seperti dalgona coffee yang sangat hits pada masanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun