Mohon tunggu...
Indah Hartini
Indah Hartini Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga dan seorang guru SD

Indah hartini merupakan seorang ibu rumah tangga dan pendidik. Hobby menulis novel. Buku yg telah diterbitkan "tasbih cinta di langit Moskow" (nourabook), "serpihan cinta hollandia", "karena Allah tak mengizinkan", "sujud hati di ujung subuh", "fabel mimpi obit" (diva press), "bidadari Annisa" (gema insan), "senja di ujung roma", "selendang putih tugu anno" (Kekata publisher), th 2020 juara favorit "menulis surat nasional" (diselenggarakan Funbahasa).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bidadariku Anisa

30 Oktober 2017   11:21 Diperbarui: 30 Maret 2022   01:15 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen ini pernah diterbitkan oleh Gema Insan pada tahun 2010

Aku sudah benar-benar kalap, kutarik tubuh mungil putri sulungku dan kuseret ke kamar mandi. Ia terus saja meronta dan berusaha lari namun cengkramanku terlalu kuat hingga ia tak bisa berbuat apa-apa. Setibanya dikamar mandi, Nisa kuguyur berulang-ulang tanpa ampun hingga ia tampak gelagapan dan menggigil kedinginan. Kemudian ku kurung dia dikamar mandi dalam keadaan basah kuyub. Ia terus menggedor-gedor pintu kamar mandi namun tak kugibris sama sekali. Akupun meninggalkanya sendirian. Itulah yang sering kulakukan pada Nisa jika ia membangkang atau membuat adiknya menangis.

"Fira sayang, ayo makan Nak." Ucapku sambil menyuapi putri bungsuku Fira yang baru berusia 4 tahun. Dengan lincahnya Fira berlari menuju arahku dan memakan sesuap nasi yang ada disendok. Ia lakukan berulang-ulang hingga merasa kenyang.

"Sekarang Fira bobok dulu ya..." Kataku seraya menggendong Fira menidurkanya. Kukecup pipi putriku yang cantik dan tak berapa lama kemudian ia tertidur dalam gendonganku.  Sejenak kemudian, aku teringat dengan putri sulungku. Setelah menidurkan Fira, aku menuju kamar mandi. Tak kudengar lagi tangis Nisa. Hatiku sedikit khawatir, aku takut terjadi apa-apa denganya. maka dengan segera kubuka pintu kamar mandi dan kudapati ia menggigil disudut kamar mandi menahan tangis.

"Makanya, jangan suka nakal sama adik." Teriakku sambil menyeretnya keluar kamar mandi.

"Sudah sana, ganti pakaian dan ambil makan," bentakku. Gadis kecil berusia 8 tahun itu-pun berjalan dengan tertatih tatih menuju kamarnya. Nisa adalah putriku, putri kandungku yang lahir dari rahimku yang seharusnya kusayang dan kumanja seperti yang kualkukan pada putri bungsuku Afira. Namun kenyataanya, aku sering memukul dan memaki-maki Nisa dengan kata-kata yang kasar. Kadang aku membencinya, dan menganggapnya sebagai aib karna dia memiliki kekurangan. Sejak lahir, kaki kiri Nisa cacat dan tidak bisa tumbuh normal hingga ia tidak bisa berjalan layaknya anak-anak seusianya. Hal itu membuatku malu pada teman-teman dan para tetangga.

Meski aku kasar dan sering memakinya, pada dasaranya aku sayang pada Nisa. Aku tahu kejamnya dunia luar dan aku ingin jika sudah besar nanti ia bisa kuat menjalani tekanan setiap tekanan.

"Bunda menyiksa Nisa lagi?" Pertanyaan itu langsung dilontarkan suamiku setibanya di rumah.

"Nisa mengadu pada ayah?" Aku balik bertanya seraya membawakan tas kerja suamiku.

"Tidak, Nisa tidak pernah menceritakan perlakuan bunda padanya. Ia selalu bilang jika bunda sangat menyaynginya dan memperlakukanya dengan baik. tapi para tetangga sering membicarakan sikap kasar bunda." Jawab suamiku denagn memandang tajam ke mataku. subkhanaAllah, meski aku kerap menyiksa Nisa namun ia tak pernah menceritakanya pada suamiku atau teman-temanya. Seakan ia ingin memendam kepediahnya sendiri. Namun para tetangga yang kerap melihat perlakuaknku pada Nisa sering mengadu pada suamiku.

"Tadi aku mengurungnya dalam kamar mandi karna sewaktu disuruh menjaga Fira malahan Fira jatuh dari ayunan," jawabku jujur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun