Mohon tunggu...
Indah Gayatri
Indah Gayatri Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Rayakan Perbedaan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyongsong Tahun Gelap dan Keharusan Tata Ulang Pengelolaan Batu Bara

20 Agustus 2022   12:36 Diperbarui: 20 Agustus 2022   12:40 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penambangan batu bara (Foto: Antara/M Risyal Hidayat)

"Cari negara yang subsidinya sampai Rp 502 triliun karena kita harus menahan harga pertalite, gas, listrik, termasuk pertamax. Ini gede sekali. Tapi apakah angka Rp 502 triliun ini masih terus kuat bisa kita pertahankan? Ya kalau bisa, alhamdulillah baik, artinya rakyat tidak terbebani. Tapi kalau memang APBN tidak kuat, bagaimana?" tutur Presiden Jokowi, sebagaimana dikutip dari presiden.go.id

Tata Ulang Pengelolaan Batu Bara

Meski dalam berbagai laporan, Indonesia disebut tidak termasuk negara yang terdampak krisis, namun kita tetap harus berjuang dan bertahan agar tidak ambruk. Dan, ini membutuhkan kesiapan untuk mengantisipasinya.

Salah satu masalah riil yang harus diatensi dan segera dibenahi oleh pemerintah adalah urusan tata kelola batu bara. Terutama terkait dengan rantai pasoknya sebagai bahan baku listrik.

Urgensi ini terkait dengan karakter komoditas batu bara itu sendiri. Batu bara tidak hanya komoditas bisnis belaka, namun juga komoditas strategis bagi keberlangsungan ekonomi suatu negara. Karena batu bara menjadi sumber energi yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, beres-beres pekerjaan rumah ini sangat penting, semata agar kita tidak terjerumus dalam krisis energi di masa depan.  

Dalam konteks saat ini, pasokan batu bara untuk dalam negeri kondisinya tengah menipis. Sebabnya bermula dari disparitas yang tajam antara harga lokal dan internasional. Alhasil ini menyebabkan para penambang batu bara lebih memilih menjual di luar negeri daripada di dalam negeri sendiri.

Secara rasional ekonomi itu memang menggiurkan. Bayangkan saja, harga batu bara di pasar Ice Newcastle telah mencapai US$ 380/ton per 4 Agustus lalu, sementara harga untuk Domestik Market Obligation (DMO) di dalam negeri 'hanya' US$ 70/ton. Timpangnya harga ini mendorong para pemasok memilih menjual ke pasaran internasional.

Masalahnya timbul ketika tipisnya pasokan batu bara tersebut juga menghajar Perusahaan Listrik Negara (PLN). Perusahaan setrum negara itu dibuat kelimpungan karena tidak ada pemasok yang mau berkontrak dengan mereka.

Padahal, setoran batu bara ini krusial sekali bagi PLN. Ibaratnya ini makan dan minum bagi manusia. Sebab, bahan baku utama Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah 'emas hitam' ini.

Kalau pasokan ini tersendat, pastinya akan mempengaruhi suplai listrik PLN pada masyarakat. Ancaman krisis listrik pun bisa terjadi, dimana ditandai dengan pemadaman listrik bergilir atau bahkan ancaman blackout sampai berhari-hari. Ini jelas sangat berbahaya bagi kita.

Untuk itu, tata kelola batu bara ini harus segera dibenahi. Salah satunya dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Batu Bara. Pembentukan lembaga baru ini ditujukan untuk mengatasi 'ketegangan' antara kepentingan bisnis nasional dan kebutuhan PLN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun