Mohon tunggu...
Indah Gayatri
Indah Gayatri Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Rayakan Perbedaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenapa Petani Perlu Dibantu Melalui Gerakan Wakaf?

11 April 2021   21:23 Diperbarui: 11 April 2021   21:33 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani ketika panen padi (sumber: Global Wakaf-ACT)

Sektor pertanian menunjukkan kedigdayaannya selama pandemi dan resesi. Ketika sektor lain terpuruk, pertanian justru tumbuh positif secara konsisten. Tak pelak, sektor ini menjadi salah satu yang menopang perekonomian Indonesia setahun terakhir.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produk domestik bruto (PDB) pertanian pada kuartal IV 2020 lalu tumbuh sebesar 2,59 persen secara year on year (yoy). Merujuk pada sektor lapangan usaha masyarakat, hanya pertanian yang tumbuh positif di tengah melemahnya perekonomian nasional akibat pandemi Covid 19.

Dari enam besar penyumbang ekonomi terbesar memang hanya sektor pertanian yang masih mencatat pertumbuhan. Sedangkan sektor industri, perdagangan, konstruksi, transportasi, dan akomodasi makan minum semuanya mengalami pertumbuhan negatif.

Menariknya lagi, terdapat tren kenaikan pertumbuhan PDB sektor pertanian sejak kuartal I 2020. Secara berurut adalah kuartal I sebesar 0,01 persen, lalu naik menjadi 2,20 persen, kemudian turun tipis menjadi 2,16 persen pada kuartal III, lantas naik lagi sebesar 2,59% pada kuartal IV 2020.

Sebagai negara agraris, sektor pertanian memang memiliki peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Di tengah pandemi dan resesi global seperti ini, sektor pertanian terbukti mampu menjadi penyelamat ekonomi Indonesia.

Berbagai krisis dan goncangan yang ada saat ini bukan menjadi halangan bagi petani untuk meningkatkan produksi pangan. Konsumsi pangan pun juga tak pernah surut. Inilah mengapa pertanian masih menjadi sektor yang esensial bagi Indonesia.

Meski begitu, nasib petani di dalam negeri tidak semujur kontribusinya. Ketika pertumbuhan pertanian tinggi, kesejahterannya masih banyak yang stagnan. Bahkan sebagian justru kurang beruntung.

Penyebabnya tak lain adalah hasil pertanian yang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Sebabnya, biaya produksi semakin tinggi, mulai dari bibit, pupuk, pestisida. Sedangkan hasil panennya justru dihargai murah. 

Ironisnya, harga gabah justru anjlok ketika panen raya seperti awal tahun ini. Selain karena cuaca ekstrem dan masa panen raya yang membuat supply di atas demand, terpaan isu impor beras juga semakin memperburuk kondisi.

Riset Institut for Economic Development and Finance (INDEF) pada tahun 2017 lalu memperlihatkan, rata-rata pendapatan petani di Indonesia hanya mencapai Rp. 12,4 juta/hektare per tahun.

Artinya, secara rata-rata, jumlah pendapatan petani per bulannya hanya mencapai 1 juta rupiah. Itu pun dengan asumsi luas lahan yang dikerjakan petani adalah 1 hektar.

Penghasilan petani seperti itu, tentu saja, jauh di bawah upah minimum nasional. Karena pada akhir tahun 2016 lalu, menurut data BPS upah minimum nasional mencapai Rp. 1,99 juta (BPS, 2016). Dengan begitu, bisa dikatakan profesi petani tidak semakin sejahtera dari segi pendapatan.

Kondisi seperti itu bukan suratan takdir, artinya pasti bisa dibenahi. Sebagai pahlawan negeri, petani perlu dibantu agar lebih sejahtera. Penataan sektor pertanian harus dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan banyak pihak. Tak hanya dari pemerintah saja, masyarakat juga perlu turun tangan.

Oleh karena itu, Global Wakaf-ACT, Yayasan Penguatan Peran Pesantren Indonesia (YP3I), dan Gema Petani menginisiasi Wakaf Sawah Produktif (WSP) untuk membantu petani dan pemerintah guna mewujudkan cita-cita kedaulatan pangan.

Melalui wakaf, masyarakat bisa saling bergandengan tangan membantu pertanian secara terintegrasi, mulai dari pembibitan hingga pasca panen.

Intervensi wakaf dimulai dari bibit yang digunakan adalah jenis HMS700, yang mana dalam satu malai dapat mencapai 700 bulir. Lalu dalam pemeliharaan, para petani juga diberikan biaya dan akses untuk mendapatkan pupuk. Sehingga, kualitas padi terjaga dan mendapatkan hasil maksimal.

Berikutnya, gabah yang dipanen juga akan dibeli ACT dengan harga terbaik untuk pendistribusian beras bagi warga prasejahtera selama Ramadhan melalui Gerakan Sedekah Pangan Ramadhan (GSPR) dan aksi-aksi kemanusiaan lainnya.

Nantinya, beras dari hasil wakaf itu bisa memberikan jaminan suplai pangan bagi warga prasejahtera saat Ramadan, sehingga mereka tidak perlu khawatir kekurangan pangan untuk berbuka puasa maupun sahur.

Dengan konsep terintegrasi seperti itu membuktikan bahwa wakaf dapat menjadi motor penggerak dalam menyejahterakan petani, juga masyarakat prasejahtera.

Bahkan, bila gerakan wakaf seperti di atas semakin masif dilakukan di berbagai daerah bisa membantu pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan.

Itulah manfaat yang bisa diberikan dari instrumen sosial berupa wakaf. Sifat inklusif dari wakaf bisa menolong banyak pihak di negeri ini. Termasuk pada sektor pertanian.

Bagaimana menurutmu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun