Hal itu diikuti dengan tidak mampunya membaca potensi bangsa yang begitu besar, bahkan berpikiran picik dengan menyerahkan sejumlah persoalan bangsa kepada pihak lain. Karena menganggap bangsa ini tidak akan mampu mengatur dirinya sendiri. Inilah penyakit yang sebenarnya.
Rencana mengimpor rektor dan tenaga profesional asing ke perguruan tinggi negeri bisa dipastikan berkaitan dengan mental inlander tersebut. Karena kita seolah yakin bahwa dengan menjadikan "orang asing" sebagai pemimpin universitas, maka seluruh persoalan perguruan tinggi negeri akan selesai.
Padahal, jawabannya, jelas tidak!
Seandainya kita berfokus pada masalah utama perguruan tinggi, maka kita harusnya mencari sosok pemimpin universitas yang benar-benar paham mengenai dunia akademik dan manajemen pendidikan tinggi.
Kita jelas butuh mencari sosok pemimpin perguruan tinggi yang inovatif dan berpikiran maju, bukan sosok politisi.
Untuk perkara tersebut, sepertinya stok kita masih banyak. Kualitas manusia Indonesia juga tak kalah dengan orang-orang asing. Misalnya, di bidang lain, kita bisa melihat sosok yang penuh dedikasi dan mencintai negeri sekaligus bisa bekerja dengan baik, seperti Ignasius Jonan, Susi Pudjiastuti dan Sri Mulyani.
Mereka anak-anak negeri yang berprestasi, bukan orang asing, kan?
Ini bukan soal anti asing-aseng, tetapi lebih pada tujuan kita untuk mencari solusi dari akar masalah.
Oleh karena itu, untuk Presiden Jokowi, kita berharap untuk mempertimbangkan lagi idenya tersebut. Upaya memperbaiki perguruan tinggi memang mendesak, tetapi jangan gegabah dengan mencari jalan pintas.
Catatan Kaki:
[1] Dikutip dari katadata.co.id
[2] Dikutip dari tirto.id
[3] Dikutip dari tirto.id
[4] Dikutip dari kompas.com