Mohon tunggu...
Kebijakan Pilihan

PKI dalam Panggung Politik Indonesia

1 Oktober 2018   13:05 Diperbarui: 1 Oktober 2018   13:12 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Indah Fitriyani*

Politik itu kejam, seperti penggalan lirik dari lagu Iwan Fals. Seperti itu pula apa yang saya pikirkan tentang politik sekarang ini. Sikut sana-sini hanya demi sebuah jabatan. Tapi apakah ini arti politik yang sesungguhnya?

Politik itu kan cara bagaimana kita membuat hidup jadi lebih baik. tapi sepertinya, politik sudah salah dipakai oleh para petinggi petinggi negara yang serakah. Mereka menggunakan politik untuk memperkaya diri sendiri dengan cara korupsi. Mereka tidak takut lagi dengan undang-undang yang sudah ada.  Yang ada dipikiran mereka adalah bagaimana saya bisa kaya, tanpa memikirkan orang-orang yang dipercayakan kepada mereka.

Pembangunan di Indonesia sudah mulai membaik, hanya saja birokrasi nya yang masih perlu diperhatikan. Pernah terlintas di pikiran saya saat saya membaca buku Pemikiran Karl Marx, apa kita harus kembali ke zaman Komunisme? Mungkin sejarah tentang komunisme di Indonesia itu memang pahit. Tapi kalo kita melihat lagi apa sebenarnya komunisme itu, kenapa tidak kita terapkan saja sistem komunisme murni itu? Tidak, saya bukan antek-antek PKI atau manapun. Saya hanya memifikirkan bagaimana cara untuk menjadikan Indonesia menjadi lebih baik.

Kebetulan saya adalah mahasiswa baru di fakultas ilmu sosial dan ilmu politik. Saya baru sekarang mengetahui arti sesungguh nya dari politik. Dari mata kuliah pengantar ilmu politik mata saya jadi terbuka tentang politik yang terjadi. Dan di mata kuliah ini tugas kedua saya adalah membaca tentang tokoh politik.

Saya memilih Karl Marx. Dia seorang filsuf pencetus komunisme di dunia. Dan semenjak saya membaca tentang dia, saya jadi berfikir, apa perlu hanya untuk menertibkan masyarakat kita menerapkan kekerasan?

Saya sendiri tidak setuju dibagian kekerasannya. Selain karena masyarakat juga memiliki hak asasi manusia, kekerasan juga berlawanan dengan dasar negara Indonesia yaitu pancasila. Tetapi jika kita melihat kembali keadaan masyarakat sekarang, ya memang dibutuhkan kekerasan atau lebih tepatnya ketegasan untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik.

Seperti sekarang ini, setiap menjelang pemilu, banyak pihak melakukan hal-hal baik positif maupun negatif hanya untuk mendapatkan suara dan simpati rakyat.

Misalnya saja, dalam pemilihan presiden, Jokowi yang awalnya hanya seorang walikota, lalu gubernur dan akhirnya melanjutkan karir dengan mencalonkan diri sebagai presiden Indonesia.

Semenjak itu banyak isu isu yang menerpa dirinya, salah satunya adalah isu yang mengatakan bahwa Jokowi dan orang tuanya merupakan salah satu kader PKI. Isu yang disebarkan dari pihak lawan tersebut sempat ramai karena banyak orang yang tidak mencari tahu dulu kepastian isu tersebut dan langsung percaya begitu saja. Pedahal sewaktu Jokowi menjadi walikota dan gubernur tidak ada isu isu tentang PKI itu.

Setiap akhir September, isu adanya kebangkitan PKI santer terdengar dikalangan masyarakat. Informasi-informasi hoax dimedia sosial pun disebar untuk mendukung isu-isu tersebut. Isu-isu ini biasanya disebarkan oleh FPI, pendukung Habieb Rizieq atau kelompok islam lainnya yang kontra terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Menjelang pemilihan presiden seperti sekarang ini, munculkan isu isu komunisme tersebut pastilah bertujuan untuk menjatuhkan pemerintahan Presiden Jokowi. Mereka ingin membuat masyarakat ketakutan akan bangkitnya PKI, mereka juga ingin membuat masyarakat beropini bahwa Presiden Jokowi dan pemerintahannya adalah bagian dari PKI. Namun isu tersebut sudahlah basi. PKI memang tetap menjadi sejarah dalam perkembangan bangsa Indonesia, namun seharusnya itu tidak dijadikan bahan ujaran kebencian dan fitnah, serta provokasi oleh FPI untuk menyerang pemerintahan Presiden Jokowi.

Imam besar Front Pembela Islam (FPI), Habieb Rizieq sekarang sedang berada di Arab Saudi. Ia berencana pulang dalam waktu dekat tetapi ia dicekal oleh pihak Arab Saudi sehingga menyulitkannya untuk kembali ke Indonesia. Habieb Rizieq berbicara tentang adanya intelijen Indonesia yang terlibat dalam penghadangannya ini. Ia menduga, sosok yang menghadangnya itu adalah antek komunis yang dinilai masih ada hingga kini.

Dengan sebab itu, saat acara doa kebangsaan dan doa keselamatan yang digelar di Monas, Jakarta 29/9 kemarin, ia meminta untuk terus memutar film G30S/PKI.

Alasannya, agar peristiwa itu tidak terulang. Maka ia serukan pada umat islam, mala mini atau besok dimana-mana putar kembali film G30S/PKI, agar generasi muda kita yang selama ini tak tahu, mereka tahu bahaya PKI. Karena itu kita harus bangkit, tak membiarkan PKI muncul. Begitu perkataan Rizieq melalui pesan suara yang disampaikan saat acara doa kebangsaan dan doa keselamatan itu. Rizieq juga menilai, dengan adanya pencekalan ini, dia menduga ada sosok yang ingin memecah Alumni 212.

Pada saat acara berlangsung, pihak FPI juga membagikan buku dengan judul 'PKI, Apa dan Bagaimana?'. Buku ini merujuk tentang sejarah berdirinya PKI. Dibuku ini tertulis nama Rizieq sebagai penulisnya. Melihat salah satu halaman buku tersebut yang diunggah Detik.com, disitu berjudul 'Jokowi & PKI'. Mereka beralasan, pembagian buku PKI agar masyarakat tetap ingat dan waspada terhadap PKI.

Ini semua adalah pembodohan publik yang dapat membahayakan stabilitas sosial-politik. Karena mendorong masyarakat beropini bahwa pemerintahan Presiden Jokowi sebagai pihak PKI.

Ini adalah sebuah pembohongan dan fitnah yang keji. Namun sayangnya, upaya FPI untuk menaikkan kembali isu PKI saat ini sudah tidak laku lagi. Rakyat sudah semakin cerdas dan tidak mudah terprovokasi dengan isu murahan seperti itu. Kita juga harus cerdas dan kritis menilai munculnya isu kebangkitan PKI saat ini.

Dengan memperingatinya G30S/PKI yang ke-53, masyarakat harus lebih baik dalam berfikir dan bertindak. Karena banyak pihak yang diuntungkan dengan terprovokasinya kita. Kita harus tau dulu berita yang sampai itu hoax atau bukan, dan jangan gampang percaya dengan satu sumber.

Saya sebagai generasi muda merasa sedih dengan keadaan politik kita sekarang yang selalu disangkut pautkan ke permasalahan agama. Indonesia adalah negara dengan berbagai macam suku, ras dan agama

 Kalau 73 tahun sebelumnya, bahkan sebelum merdeka kita bisa hidup berdampingan dan damai, kenapa sekarang tidak? Yuk bijak dalam membagikan berita, agar Indonesia selalu tentram dan damai.

*Penulis adalah : Mahasiswa Mata Kuliah Ilmu Politik Semester Satu Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Univeritas Sultan Ageng Tirtayasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun