Mohon tunggu...
Indah Amalia
Indah Amalia Mohon Tunggu... guru -

seorang guru sekolah dasar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

KAJIAN-ANALISIS-PERGESERAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISME

1 November 2010   05:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:56 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tidak ada teori belajar yang terbaik. Teori belajar itu banyak macamnya. Kata terbaik dapat menimbulkan pertanyaan, terbaik menurut siapa? Atau terbaik dari sisi mana? Mungkin, kata terbaik bisa dikaitkan dengan penerapan teori yang diterapkan sesuai konteks, sesuai keadaan peserta didik. Sehingga hasil yang diraih dapat optimal. Di sini akan sedikit berbagai macam teori belajar menurut para ahli beserta analisisnya mulai dari teori belajar di masa lalu, kini, dan masa depan yakni Kajian Teori Behavioristik BF Skinner [caption id="attachment_310085" align="aligncenter" width="150" caption="mbah google"][/caption] Secara sederhana teori behavioristik dapat digambarkan dengan gambar di atas. Otak bekerja ketika ada rangsangan. Meski percobaan teori belajar umumnya menggunakan model hewan, namun ada kecenderungan bahwa manusia itu cerdas dan lebih kuat dalam menangkap pesan. Dapat dijelaskan secara praktis kehendak teori Skinner dalam suatu pembelajaran di kelas,  adalah perlunya memberikan tugas-tugas kepada siswa secara simultan.  Tugas yang diberikan dari yang sederhana menuju ke hal-hal yang semakin kompleks/rumit. Dengan memberikan stimulus, maka anak akan memberikan respon. Hubungan antara stimulus-respon ini aka menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Jadi, kelakuan anak terdiri atas respon tertentu terhadap stimulus tertentu. Hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme: a. Connectionisme menurut Thorndike Teori ini mempuyai doktrin pokok, yakni hubungan antara stimulus dan respon, asosiasi-asosiasi dibuat antara kesan-kesan pengadaan dan dorongan untuk berbuat. Hukum-hukum teory stimulus dan respon Thorndike: -Hukum pengaruh (the law of effect) hubungan-hubungan diperkuat atau diperlemah tergantung pada kepuasan atau ketidksenangan penggunaannya. -Hukum latihan (The law exercise) Apabila hubungan itu sering dilatih  maka ia akan menjadi kuat. -Hukum kesiapan (The law of readiness) Apabila suatu ikatan siap untuk berbuat, perbuatan itu akan memberikan kepuasan dan sebaliknya, apabila tidak siap akan tidak puas/mengganggu. b. Social Learning menurut Albert Bandura Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. Analisis Behaviorisme Teori Behaviorisme ini menekankan pada refleks dan otomatisasi manusia. Keberhasilan belajar menurut teori belajar behavioristik ditentukan oleh stimulus dan respon. Pembelajaran yang berdasarkan behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah tersusun rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan. sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan. Apa yang dipahami guru itulah yang harus dipahami murid. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Teori ini hingga sekarang masih banyak ditemui di Indonesia. Hal ini nampak mulai dari pembelajaran di Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Menengah, bahkan tinggi, pembentukan perilaku siswa dengan drill (pembiasaan) disertai reinforcement (hukuman) masih sering ditemui. Secara teori dan praktek yang telah dilaksanakan, teori ini kurang menekankan aktivitas secara kognitif pada anak. Sehingga anak cenderung belum dapat mengeksplorasi pegetahuan secara optimal. Karena belajar degan behaviorisme ini hanya bersifat penurunan ilmu dari guru kepada siswa. Siswa hanya mematuhi stimulus guru. Melaksanakan sesuai perintah dan selesai. Siswa kurang berkembang dan perkembangan cara berpikirnya linear, konvergen, dankurang produktif. Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon. Selain itu, berdasarkan teori behavioristik ini, potensi alami yang dimiliki oleh seorang anak seakan tidak dianggap bahkan cenderung diabaikan. Hal inilah yang menyebabkan teori ini ditinggalkan. Pergeseran teori behaviorisme-koneksioisme ke kognitivisme Belajar merupakan perolehan pengetahuan serta mengajar merupakan memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar. Otak pada teori behaviorisme berfungsi sebagai alat penjiplak struktur pengetahuan sehingga peserta didik diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengajar terhadap pengetahuan yang dipelajar. Segala sesuatu yang ada di alam telah terstruktur, teratur, rapi. Pengetahuan juga sudah terstruktur rapi. Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau diberi hadiah. Ketaatan kepada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan. Kontrol belajar dipegang oleh sistem di luar diri si-belajar. Hal ini menjadikan proses pembelajarannya hanya berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya tanpa adanya pengembangan melalui aktivitas maupun media yang lain. Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, teori koneksionisme mengalami pergeseran menuju teori kognitivisme Teori kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan sehingga pengetahuan itu bersifat  nonobjektif, temporer, serta selalu berubah. Belajar merupakan pemaknaan pengetahuan, sedangkan mengajar itu menggali makna. Pada teori ini, otak berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik, sehingga bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari. Teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Jadi dengan adanya teori kognitivisme seorang siswa akan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan tetap setia dalam ingatan. .........bersambung ke kajian-analisis-pergeseran kognitivisme......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun