Mohon tunggu...
inas muhammad
inas muhammad Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa FISIP Universitas Airlangga

seseorang induvidu bebas yang ingin berkreasi lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Tanggapan Mahasiswa Bebas Terhadap Tragedi KPPS di Pemilu Serentak 2019

29 Mei 2019   12:00 Diperbarui: 30 Mei 2019   11:45 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia sendiri telah mengalami beberapa kali pergantian sistem penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) berdasarkan hasil evaluasi, kondisi, maupun konflik kepentingan yang terjadi. Seperti yang disampaikan oleh J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, bahwa kehidupan sosial dalam suatu Negara tidak statis, namun berubah secara dinamis (Dwi & Bagong, 2004: 363). 

Ironinya, sistem Pemilihan Umum 2019 yang diharapkan dapat berlangsung optimal, justru menimbulkan banyak korban yang berguguran maupun jatuh sakit dengan berbagai sebab. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan, lebih dari 500 korban meninggal jiwa, dan ribuan orang jatuh sakit pasca bertugas sebagai petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutas Suara (KPPS).

Terkait diadakannya diskusi publik yang dilaksanakan BEM Univeritas Airlangga di FK Unair yang mengangkat tema tentang kematian lebih dari 500 manusia sebagai korban dari pemilu serentak tahun 2019. Perlu diketahui bahwa Pemilu 2019 merupakan bentuk pesta demokrasi yang pertama kalinya di Indonesia yang menyelenggarakan pemilu serentak, yang dimaksud serentak disini adalah diadakannya pileg dan pilpres secara bersamaan. Namun akibat dari pemilu serentak ini memakan korban yang sangat banyak menurut laporan terakhir dari Litbang TV One, jumlah korban meninggal dunia mencapai 554 orang, sedangkan yang sakit mencapai 3.788 orang.

Sebuah angka yang besar karena menyangkut hak hidup orang yang diambil. Yang membuat saya bertanya-tanya itu pada saat pemilu sebelumnya (Pemilu 2014) saya tidak pernah mendengar ada berita yang menyiarkan korban KPPS yang meninggal dunia, namun baru ditahun ini saya mendengar bahwa ada korban KPPS juga di tahun 2014, jumlah korbannya 144 korban di tahun itu, bahkan yang membuat saya tercengang adalah pemberitahuan tersebut pertama kali diberitahukan di publik dari twitter. Opini pun berkembang dengan berbagai anasir-anasir liar di medsos. Dalam keadaan keluarga yang masih berduka mereka seolah melupakan sisi empati dan simpati kepada keluarga korban.

Penulis setuju apa yang disampaikan oleh salah satu Komisioner Bawaslu RI, M. Afifuddin seperti dilansir dari CNN, "Kita sangat menyesalkan, mengutuk praktik-praktik di luar sisi kemanusiaan. Misalnya ada korban meninggal karena diracun." Beliau sangat menyesalkan politisasi tentang meninggalnya petugas KPPS dengan isu tersebut.

KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) adalah orang-orang yang ditunjuk bekerja di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Mereka bekerja dengan tanpa lelah. Memikul tanggung jawab begitu besar agar penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres serentak tahun 2019 ini dapat berjalan lancar, aman dan tertib.

Mereka bekerja dengan gaji yang tentu kurang sepadan diterimanya. Namun dengan penuh kesadaran mereka siap memikul tanggung jawab besar. Sebagai garda terdepan mereka meninggalkan pekerjaan maupun keluarga. Komisi Pemilihan Umum atau KPU diminta bertanggung jawab atas tewasnya anggota KPPS atau  Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara maupun petugas Pilpres 2019 atau Pileg 2019 lainnya.

Menurut Dr. Ahmad Yudianto (dosen FK Unair), kematian tidak jelas atau mendadak justru harus dipikirkan dan diidentifikasi kemungkinan penyakit, kekerasan, bahkan keracunan yang terkadang sulit untuk dibedakan. Seperti yang kita ketahui sekarang banyak berita di medsos maupun di televisi yang menyirakan penyebab dari banyaknya KPPS yang meninggal, mulai dari keracunan, ditekan oleh pihak luar, maupun sudah memiliki riwayat penyakit.

Ada 6 poin yang ditekankan di pernyataan sikap BEM Universitas Airlangga, namun yang menurut saya sebagai masyarakat, poin yang paling cocok terhadap kematiannya KPPS ini ada pada poin nomor 3,5, dan 6.

Dari ketiga poin tersebut menunjukkan adanya unsur kelalaian dalam proses rekrutmen maupun proses lainnya yang menjadi penyebab ratusan anggota KPPS tewas. KPU dan Bawaslu kurang berkoordinasi menyeluruh dalam menggalakkan pesta demokrasi saat ini, kalau dilihat lebih jauh KPU sebagai panitia utama di pemilu tahun ini kurang seimbang dalam menjalankan mekanisme pemilu serentak. Yang dapat saya lihat dari mekanisme pemilu yang dilakukan KPU, mereka menitikberatkan pada logistik pemilu daripada SDM untuk pemilu sehingga timbulah permasalah yang akibatnya berujung kematian anggota KPPS tersebut.

Menurut seorang anggota KPPS yang mencurahkan isi hatinya di pemberitaan situs KUMPARAN, menurutnya KPU kurang mengayomi para KPPS yang terseber di seluruh Indonesia, bermula dari proses rekruetmen yang tidak ada mekanismenya, maksudnya banyak anggota KPPS yang sudah berusia lanjut dan sedikitnya anak muda yang mau jadi anggota KPPS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun