Mohon tunggu...
Nurjannah
Nurjannah Mohon Tunggu... Freelancer - Masih belajar

Happy woman as a mother and a learner...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Juga Ingin "Terpanggil" Haji dan Umroh

15 Oktober 2017   05:50 Diperbarui: 15 Oktober 2017   05:54 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mampu pergi haji dan umroh adalah dambaan setiap muslim. Mampu secara materi, kesehatan dan kesempatan adalah anugerah luar biasa yang diberikan Allah. Hampir setiap minggu ada saja teman-teman grup jejaring social saya mengganti foto profile mereka dengan foto  yang bernuansa kota Mekkah, yang mengisyaratkan bahwa mereka sedang umroh atau baru pulang menunaikan ibadah haji. Alhamdulillah, dari tahun ke tahun jumlah jamaah haji dan umroh dari Indonesia semakin bertambah jumlahnya. Meski sedikit tercedera dengan munculnya travel haji dan umroh bodong macam First Travel.

Sepertinya, kian hari kian mudah bagi umat muslim untuk mengunjungi Baitullah. Sayangnya, dari jutaan penduduk Indonesia yang sudah terbang ke Mekkah dan mencicipi nikmatnya ibadah umroh dan haji saya belum terpanggil. (Dipanggil Bu Haji sih sering apalagi kalau sedang berbelanja dipasar tradisional. Saya semangat mengaminkannya...) Beberapa teman saya yang sudah pernah pergi haji dan bolak balik umroh mengatakan begitu. Hanya orang-orang yang beruntung mendapat "panggilan Allah" yang dapat merasakan keindahan beribadah haji dan umroh.

Saya percaya dan tidak menafikan "system" ini. Ada kenalan yang sudah mendaftar, membayar lunas, sudah menyelesaikan seluruh tahapan untuk berangkat haji dan sudah menyiapkan koper harus batal berangkat dengan bermacam alasan. Keluarga saya sendiri, tiba-tiba mendapat panggilan untuk bisa berhaji padahal seharusnya masuk dalam daftar tunggu 2 tahun kedepan. Wallahuallam, itu semua rahasia Allah.

Mendengar siapapun berkisah tentang bagaimana ibadah haji dan umroh mereka, membuat saya berdebar-debar. Cerita yang mereka bagikan saja sudah terdengar luar biasa apalagi jika saya bisa benar-benar mengalaminya. Begitu indahnya bisa sholat di Masjidil Haram dan berdoa ditempat-tempat yang dijanjikan Allah akan dikabulkannya. Ditambah lagi 40 hari pasca kembali dari tanah suci akan selalu dijaga malaikat dengan doa-doa.  Wajarlah rasanya setiap orang yang baru pulang dari umroh atau haji bahkan sudah mondar-mandir ke Mekkah dan Madinah, mengatakan merasa rindu inginsegera kembali kesana. Waduh, saya jadi semakin ngiler.

Sekali saya bertanya kepada teman yang sudah beberapa kali pergi umroh,apa rahasianya agar bisa dapat "panggilan". Dia mengatakan pertama saya harus memiliki niat yang kuat untuk bisa pergi umroh dan haji. Selanjutnya saya juga harus mulai menabung untuk biaya berangkat umroh atau haji. Ini adalah sebagai bentuk usaha. Dia menyarankan untuk mendatangi beberapa bank yang menyediakan pinjaman khusus dana umroh. Yang ketiga saya harus banyak berdoa, meningkatkan ibadah dan amalan baik.

Saya termenung setelah mendengar penjelasan panjang lebar teman saya ini. Rasanya nyali saya ciut sekali. Kalau soal niat, saya sudah memproklamirkannya jauh-jauh hari. Saya ingin pergi umroh dan haji yang mabrur. Urusan mengumpulkan dana, beberapa kali mencoba namun beberapa kali pula dana yang terkumpul terpakai oleh keperluan yang lain. Untuk urusan ibadah, saya merasa sangat lemah. Ibadah saya jauh dari kata sempurna. Amalan pun belum ada apa-apanya. Perenungan ini membuat saya menyimpulkan bahwa yang berhak dipanggil memang mereka yang memiliki predikat "pantas" dimata Allah.

Sedangkan saya ini, hidup saya belum dapat dikatakan baik. Dosa saya menggunung tingginya. Perbuatan dan perkataan saya masih sering menyakiti orang lain pun sering jauh dari yang dicontohkan Rasulullah. SAW. Ternyata disinilah letak kecilnya probabiliti saya untuk dipanggil. Saya harus memperbaiki banyak hal dari dalam diri saya sebelum saya berhak untuk menerima panggilan umroh dan haji. Saya merasa bersyukur, saya mendapatkan jawaban yang sangat objektif. Saya belum dipanggil untuk haji dan umroh bukan karena Tuhan lupa atau tidak suka dengan saya, tapi karena saya belum mencapai nilai kompetensi minimum sebagai seorang muslim.

Saya meyakini Allah Maha Adil dalam memberi kesempatan bagi umat Nya untuk melakukan ibadah haji dan umroh. Mulai sekarang saya harus lebih bersemangat untuk berubah menjadi lebih baik, agar Allah mau melirik saya dan memberi kesempatan bagi saya untuk bisa menjadi tamu Nya di Mekkah Al Mukaromah. Aamin...

InshaAllah sampai kapanpun saya tetap akan berdoa, saya ingin bisa pergi umroh dan haji yang mabrur. Aamin...

Salam

NB: catatan ini murni pandangan pribadi saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun