Mohon tunggu...
Inamul Hasan
Inamul Hasan Mohon Tunggu... Freelancer - Pegiat Literasi

Santri | Mahasiswa | Researcher | Traveler | Peresensi | Coffee Addict | Interested on History and Classical Novels

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Andai Aku Jadi Faldo Maldini

27 November 2019   09:23 Diperbarui: 27 November 2019   15:57 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Twitter @FaldoMaldini

Politik di Sumatera sudah mulai memanas. Para elit di sana sudah mulai kasak-kusuk mencari bakal calon yang akan diusung untuk duduk di Sumbar-1. Nasrul Abit sebagai petahana masih tetap digadang-gadangkan untuk maju sebagai calon gubernur Sumbar. Ia masih dianggap sebagai kandidat terkuat karena memiliki mesin partai yang paling kuat di Sumbar, yaitu Gerindra. Sementara itu, Irwan Prayitno sudah tidak bisa lagi mencalonkan diri karena sudah menjabat sebagai gubernur Sumbar 2 kali secara berturut-turut.

Beberapa calon sudah mulai menampakkan 'hidung'nya untuk maju sebagai sebagai calon gubernur. Ada nama Mulyadi, Mahyeldi, termasuk Faldo Maldini dengan Sumangaik Baru-nya.

Kemudian, ada juga baru-baru ini, Kapolda Sumbar pun sudah siap maju melalui jalur independen dengan menggaet walikota Pariaman, Genius Umar. Tapi sayang, beliau belum mundur dari jabatannya yang sekarang.

Faldo, anak muda bekas Ketua BEM Universitas Indonesia dan Ketua PPI United Kingdom ini dengan jargon Sumangaik Baru-nya sekarang, tidak jadi melanggeng ke Senayan karena suara yang tidak mencukupi dari dapilnya di Bogor, Jawa Barat. Pada Oktober lalu, ia resmi menjadi Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sumatera Barat setelah mengundurkan diri sebagai Wasekjen Partai Amanat Nasional (PAN).

Andai Aku Jadi Faldo

Jika terus bertahan sebagai politikus, aku akan tetap berada di PAN. Memang sulit bagiku untuk duduk di PAN, apalagi di Sumbar. Aku harus melangkahi terlebih dahulu politisi senior PAN yang ada di Sumbar. Sementara aku tidak sabar untuk segera memajukan dan berkontribusi di Sumatera Barat.

Jika aku berhenti sebagai politikus, aku akan melanjutkan pendidikanku untuk mengambil Ph.D di luar negeri. Setelah menyelesaikan Ph.D di luar negeri, aku akan kembali membangun Sumatera Barat, terutama dari segi sumber daya manusia (SDM).

Karena menurutku, SDM di Sumatera Barat harus ditingkatkan. Kita perlu melahirkan tokoh yang baru yang memiliki idealisme tinggi layaknya seorang Bung Hatta, Bung Sjahrir, Haji Agus Salim, Tan Malaka dan lainnya untuk mewarnai demokrasi Indonesia hari ini.

Menurutku, tokoh-tokoh seperti Bung Hatta dan lainnya itu memiliki idealisme yang kuat. Bung Hatta rela meninggalkan kursi sebagai Wakil Presiden karena bertentangan dengan Soekarno.

Begitu juga yang dialami oleh Natsir, setelah kabinetnya dibubarkan oleh Soekarno. Akibatnya, berdirilah Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tahun 1958 yang menjadi sebuah kritikan atas Pemerintahan Soekarno.

Oleh Pemerintahan Soekarno mereka disebut pemberontak, tetapi dalam perspektif lain mereka tidak dapat disebut sebagai pemberontak. PRRI hanya melakukan kritik terhadap pemerintah pusat yang sewenang-wenang terhadap daerah-daerah lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun