Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dari Pondok ke Pasar: Menakar Daya Saing Santri dalam Menghadapi Era Pengangguran

7 Juni 2025   12:14 Diperbarui: 8 Juni 2025   08:54 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi santri (Dok. Kemenag RI via Kompas.com)

Tingginya angka pengangguran di Indonesia memunculkan pertanyaan serius tentang daya saing generasi muda. Tak terkecuali mereka yang tumbuh dari dunia pesantren. Pertanyaannya bukan hanya "siapa yang bisa bekerja", melainkan "siapa yang mampu bertahan dan menciptakan pekerjaan".

Banyak lulusan muda merasa jalan mereka buntu. Mereka mengandalkan ijazah yang kadang tak sejalan dengan kebutuhan pasar. Di tengah tekanan ekonomi dan kompetisi global, sebagian bahkan tergoda jalan pintas seperti menjual data pribadi atau menjadi korban penipuan online.

Santri, dalam konteks ini, sering dianggap sebagai kelompok pinggiran. Padahal, di balik kesan sederhana dan religius, terdapat pelatihan hidup yang justru sangat relevan dengan tantangan zaman. Mereka terbiasa hidup hemat, kerja keras, dan mandiri dalam batas yang ketat.

Namun, perlu juga diakui bahwa pesantren belum seluruhnya membekali santri dengan keterampilan praktis. Daya saing santri di pasar kerja tak hanya bergantung pada semangat, tapi juga pada pengetahuan, keterampilan, dan keberanian untuk beradaptasi dengan perubahan zaman.

Spirit Pesantren: Sekolah Kehidupan yang Teruji

Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tapi juga sekolah kehidupan. Di sana, santri ditempa secara mental, spiritual, dan sosial. Mereka hidup dalam rutinitas disiplin, gotong royong, dan pembelajaran nilai yang melampaui pelajaran formal.

Kehidupan di pondok membiasakan santri untuk tidak mudah mengeluh. Mereka menjalani hari-hari dengan kesabaran dan rasa syukur. Spirit ini membentuk karakter tangguh yang mampu bertahan dalam tekanan, sebuah nilai penting di tengah dunia kerja yang semakin keras.

Modal sosial juga terbentuk di pesantren. Persaudaraan antar santri, jaringan alumni, hingga keterhubungan dengan masyarakat menjadi kekuatan yang jarang disadari. Ketika santri lulus, ia tidak pernah benar-benar sendiri. Ada komunitas yang siap membantu dan berbagi jalan.

Lebih jauh, nilai keikhlasan dan kebermaknaan hidup yang ditanamkan dalam pesantren menjadikan santri tidak mudah terjebak pada keputusasaan. Mereka punya orientasi hidup yang lebih besar dari sekadar mencari uang---yakni menjadi manusia bermanfaat bagi sesama.

Membaca Ulang Potensi Santri dalam Dunia Kerja

Jika dunia kerja menuntut keterampilan, maka santri juga harus ditantang untuk keluar dari zona nyaman. Belajar desain, memasak, menulis, atau bahkan membangun kanal media sosial bukan lagi pilihan sampingan, tapi keharusan bagi santri masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun