Di banyak desa, komite sekolah tidak hanya menjadi mitra sekolah dalam urusan pendidikan, tetapi juga bertransformasi menjadi simpul sosial yang aktif di berbagai ruang komunitas. Ini adalah fakta sosial yang sering terlewatkan dalam perbincangan kebijakan pendidikan yang terlalu teknokratis dan berpusat di kota.
Padahal, di balik pagar-pagar sederhana sekolah dasar di desa, terdapat jejaring relasi sosial yang membentuk ekosistem pendidikan yang sangat khas dan hidup. Komite sekolah di desa acap kali diisi oleh para orang tua murid yang juga aktif dalam kegiatan desa lainnya.
Mereka menjadi penggerak posyandu, kader PKK, hingga delegasi musrenbang desa. Peran ganda ini memperlihatkan bahwa pendidikan di desa tidak berdiri sendiri, tetapi berkelindan erat dengan dinamika sosial, budaya, dan pembangunan desa secara menyeluruh. Komite sekolah pun menjelma menjadi simpul strategis kehidupan desa.
Anggota komite sekolah di desa umumnya merangkap peran, bukan hanya sebagai mitra pendidikan, tetapi juga sebagai aktor sosial. Karena keterlibatan yang kuat dalam kehidupan masyarakat, mereka memahami betul kondisi ekonomi warga. Maka, penggalangan dana dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan pendekatan sukarela tanpa paksaan.Â
Komite sekolah di desa seringkali mengedepankan prinsip gotong royong, bukan sekadar pengumpulan uang, tetapi juga pengumpulan tenaga dan sumber daya yang bisa meringankan beban masyarakat. Pendekatan ini membuat penggalangan dana lebih terasa sebagai upaya bersama, bukan beban yang harus dipikul individu.
Mereka juga mengupayakan keterbukaan penuh dalam pengelolaan dana, dengan melibatkan berbagai pihak dalam musyawarah dan melaporkan penggunaan dana secara transparan. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan dan menghindari kesan pungutan liar yang sering kali menjadi kritik utama atas Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016.
Selain itu, komite sekolah di desa kerap menjembatani komunikasi antara sekolah dan pemerintah desa, agar ada dukungan dan bantuan dari pihak lain, sehingga beban penggalangan dana tidak hanya ditanggung oleh wali murid.
Dalam konteks ini, komite sekolah bukan sekadar lembaga pendamping teknis, melainkan aktor sosial yang membawa nilai, harapan, sekaligus tantangan. Peran mereka menjembatani dunia pendidikan dengan denyut kehidupan masyarakat desa yang dinamis, kompleks, dan kerap tidak terdefinisi dalam parameter administratif belaka.
Keterlibatan komite sekolah dalam kegiatan desa seperti musyawarah pembangunan desa atau perencanaan desa, menjadikan mereka sebagai jembatan strategis antara sekolah dan pemerintahan desa. Mereka menyuarakan kebutuhan sarana-prasarana sekolah, mengusulkan program, dan memastikan pendidikan masuk dalam agenda pembangunan.
Di sisi lain, mereka juga bisa membawa kebijakan desa masuk ke dalam praktik pendidikan melalui kegiatan bersama, kerja bakti, atau pelatihan berbasis kearifan lokal. Sekolah dan desa saling menyerap dan memberi makna baru bagi pembangunan berbasis komunitas. Sebuah pola hubungan yang kontekstual dan organik.