Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) tidak sekadar hadir sebagai instrumen ekonomi, melainkan menjadi pilar strategis dalam menjawab ketimpangan, keterbatasan akses, dan stagnasi ekonomi di desa. Dalam konteks Kabupaten Lombok Tengah, tantangan nyata dari indikator Goal 8 SDGs Desa (Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata) sangat terasa.
Berdasarkan data SDGs Desa tahun 2021 yang dihimpun dari hasil kuisioner terhadap 394.169 jiwa atau 36,31% dari total jumlah penduduk Lombok Tengah yang mencapai 1.085.652 jiwa, diketahui bahwa rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) desa masih berada di angka Rp 23 juta (sid.kemendesa.go.id/profile).
Angka ini masih jauh dari target Rp 30 juta yang mencerminkan kategori desa berkembang. Padahal, menurut Suwandi dalam Ekonomi Kelembagaan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (2020), penguatan kelembagaan ekonomi lokal merupakan langkah esensial untuk mendongkrak PDB desa sekaligus menciptakan struktur ekonomi desa yang berkeadilan.
Menariknya, Kabupaten Lombok Tengah menjadi kabupaten terdepan dalam pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) di Indonesia. Dari 142 desa yang ada, sebanyak 128 desa telah membentuk KDMP, dan sisanya direncanakan akan selesai pada akhir Mei ini (Dinas Koperasi Lombok Tengah, 16/05/2025).
Di sisi lain, BUMDes telah terbentuk di seluruh desa, kecuali 15 desa pemekaran. Adapun BUMDes Bersama telah terbentuk di 8 dari 12 kecamatan, sebagaimana dilaporkan dalam laman resmi Kemendesa (sid.kemendesa.go.id/bumdes).
Menjawab Tantangan Akses Modal dan Ketimpangan Keuangan
KDMP hadir sebagai jawaban atas minimnya akses modal formal di desa. Ketika masyarakat masih mengandalkan simpan pinjam informal yang kerap menjerat, KDMP menawarkan sistem keuangan yang transparan dan berbasis kebersamaan. Skema simpan pinjam kelompok memungkinkan pelaku usaha mikro tumbuh dari dalam.Â
Hal ini sejalan dengan pemikiran Muhammad Yunus dalam Bank Kaum Miskin (2006), bahwa model mikrofinansial berbasis kepercayaan sosial jauh lebih efektif dalam konteks komunitas pedesaan.
Hanya 21,4% desa di Lombok Tengah yang memiliki akses pembiayaan formal—angka ini menjadi sinyal kuat perlunya perluasan jangkauan layanan keuangan di desa. KDMP dan BUMDes bisa membentuk ekosistem keuangan lokal yang sehat, dengan budaya menabung, akses pinjaman produktif, serta pasar yang mendukung produk lokal.Â
Literasi keuangan pun menjadi prioritas. Ketika masyarakat desa memahami laporan keuangan, bunga kredit, dan manajemen kas, mereka bukan hanya sebagai pelaku ekonomi, tetapi juga warga yang cakap secara finansial.
Menjawab Urbanisasi: Menciptakan Pekerjaan Layak di Desa
Rendahnya pekerja sektor formal—hanya 16,19% di Lombok Tengah menurut data SDGs Desa 2021—menjadi alarm keras.Â