Kurang lebih sekitar enam bulan telah berlalu sejak Ivanovich Augusta mengakhiri masa jabatannya sebagai Kepala Badan Pengembangan dan Informasi (BPI) di Kementerian Desa PDT. Sejak saat itu, arah gerakan SDGs Desa seakan kehilangan pijakan.
Sosok yang selama ini dikenal sebagai penggerak utama kini kembali ke dunia akademik, meninggalkan “kekosongan” kepemimpinan yang belum sepenuhnya tergantikan. Di tengah perubahan ini, semangat kolektif di tingkat desa pun mulai meredup.
Yang tersisa adalah instruksi teknis pemutakhiran data, tanpa diiringi strategi komunikasi baru atau penguatan jejaring kelembagaan. Di tengah kondisi tersebut, para pendamping desa tetap bekerja dalam diam—mengisi peran penting meski tanpa sorotan maupun dukungan yang berarti dari pusat.
Padahal, data SDGs Desa semestinya menjadi pijakan utama dalam perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat desa, bukan hanya sekadar arsip atau dokumen digital yang tersimpan pasif di server kementerian .
Tantangan makin terasa ketika akses terhadap dashboard SDGs Desa tak selalu mulus, terutama di wilayah-wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Kendala seperti server yang kerap overload serta jaringan internet yang lemah menghambat kinerja di lapangan. Jika dibiarkan, hambatan-hambatan teknis ini berpotensi memudarkan antusiasme dan melemahkan keberlanjutan program yang sejatinya sangat strategis ini.
Di tengah situasi ini, keberadaan Kepala BPI Kemendes yang baru diharapkan dapat membawa arah baru—bukan sekadar administratif, tetapi juga strategis dan inspiratif. Jika tidak, SDGs Desa berisiko menjadi program tanpa jiwa: sebuah gerakan yang redup sebelum benar-benar mencapai tujuannya.
Memperkuat Infrastruktur Digital dan Regulasi
Langkah pertama yang layak diprioritaskan adalah penguatan infrastruktur digital. Aplikasi SDGs Desa perlu dioptimalkan—baik dari sisi peningkatan kapasitas server, maupun melalui pengembangan fitur-fitur baru seperti akses offline. Dengan fitur ini, pendamping di daerah 3T dapat tetap bekerja meski tanpa koneksi internet yang stabil, dan menyinkronkan data saat jaringan kembali tersedia.
Namun, belakangan ini muncul persoalan serius yang menghambat kelancaran proses di tingkat desa, yakni hilangnya fitur pembuatan akun untuk admin desa pada dashboard kabupaten. Sebelumnya, fitur ini memungkinkan admin di level kabupaten untuk membantu desa yang kesulitan akses dengan membuatkan akun baru atau mengganti akun yang bermasalah.
Kini, ketika banyak akun admin desa tidak bisa login karena lupa password atau kendala teknis lainnya, proses updating data menjadi terhenti. Desa pun terjebak dalam situasi di mana mereka tidak dapat mengakses sistem, sementara tidak ada jalan keluar yang cepat dan resmi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya