Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memaknai Hari Buruh dari Balai Desa

1 Mei 2025   06:57 Diperbarui: 1 Mei 2025   14:58 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG

Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional, sebuah momen yang lahir dari sejarah panjang perjuangan kelas pekerja menuntut hak dan martabat kerja yang adil.

Namun, peringatan ini kerap dipusatkan di kota-kota besar, di kawasan industri, dan di pusat-pusat kekuasaan ekonomi. Desa, dengan segala dinamika kerja dan penghidupannya, kerap absen dari panggung besar ini. Padahal, denyut kerja di desa tidak kalah penting, bahkan sering kali lebih sunyi, lebih berat, dan lebih rentan.

Masyarakat desa adalah potret dari keragaman bentuk kerja yang jarang masuk dalam kategori formal. Petani, buruh tani, nelayan kecil, pengrajin, pelaku UMKM rumahan, guru honorer, tenaga kesehatan kontrak, hingga pendamping desa---semuanya adalah pekerja.

Mereka adalah bagian dari tenaga produktif bangsa, tetapi sering kali hidup tanpa perlindungan hukum yang memadai, tanpa jaminan sosial, dan tanpa pengakuan status kerja yang jelas. Sebagaimana dilaporkan Kompas (2025), Hari Buruh yang ditetapkan sebagai hari libur nasional melalui Keppres No. 24 Tahun 2013 seharusnya menjadi refleksi atas seluruh bentuk kerja, baik di kota maupun di desa.

Pendamping desa menjadi contoh konkret pekerja di desa yang kerap terpinggirkan dari diskursus buruh. Mereka adalah pelaksana program negara yang bekerja di garis depan pembangunan. Tugas mereka tidak sederhana: menyusun dokumen perencanaan, memfasilitasi musyawarah desa, menjembatani warga dengan birokrasi, hingga menyelesaikan konflik sosial.

Mereka harus hadir di setiap forum, bekerja lintas sektor, dan sering kali menjadi sasaran tekanan politik lokal. Namun, status mereka tetap tidak tetap. Banyak yang hanya dikontrak tahunan, harus melamar ulang setiap tahun, dan tidak mendapat jaminan sosial dari negara.

Buku Guy Standing, "The Precariat: The New Dangerous Class" (Bloomsbury, 2011), menyebut kondisi ini sebagai bentuk kerentanan kerja modern. Pekerja seperti pendamping desa adalah bagian dari kelas "precariat", yakni mereka yang bekerja tetapi hidup tanpa kepastian. Mereka menjadi simbol kontradiksi pembangunan: negara menginginkan desa maju, tetapi tidak melindungi pekerja yang mewujudkannya.

Selain pendamping, desa juga dipenuhi pekerja informal lain yang menghadapi tantangan serupa. Buruh tani, misalnya, bekerja di lahan milik orang lain, dibayar harian, dan tanpa perlindungan harga hasil panen. Mereka adalah tulang punggung ketahanan pangan nasional, namun hidup dalam ketidakpastian cuaca dan pasar.

Begitu pula perempuan pelaku UMKM desa yang merintis usaha rumahan, dari olahan pangan lokal hingga kerajinan, sering tanpa akses modal dan jaringan pemasaran yang adil. Mereka bekerja keras, namun kerja mereka sering tak diakui dalam statistik ekonomi formal.

Dalam "Development as Freedom" (Oxford University Press, 1999), Amartya Sen menekankan bahwa pembangunan sejati adalah ketika manusia memiliki kebebasan memilih dan menentukan hidupnya sendiri. Dalam konteks ini, pekerja desa harus memiliki pilihan dan perlindungan yang memungkinkan mereka hidup layak, bukan hanya bertahan. Negara tidak bisa bicara soal pembangunan desa jika tidak memastikan keadilan kerja bagi warganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun