Membangun kemandirian ekonomi desa bukan sekadar wacana. Pada Rabu, 24 April 2025, langkah konkret itu diwujudkan melalui koordinasi di Kantor Camat Pringgarata, Lombok Tengah. Pertemuan itu melahirkan harapan baru bagi desa.
Kasi PMD mewakili Camat Pringgarata menyampaikan komitmen mendukung pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (KopDes MP) di seluruh desa. Gagasan ini dipandang sebagai jalan memperkuat ekonomi lokal berbasis partisipasi masyarakat desa.
Strategi yang disusun sederhana namun fundamental. Setiap desa akan menggelar Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) untuk membahas dan menyepakati pendirian koperasi. Musdesus ini menjadi landasan legal dan demokratis pembentukan koperasi.
Seperti yang disampaikan dalam Ekonomi Sosial dan Pembangunan Desa oleh Suharto (Rajawali Pers, 2019), pemberdayaan ekonomi desa harus berakar pada partisipasi aktif warga. Musdesus menjadi instrumen nyata untuk itu.
Rencananya, Musdesus pembentukan KopDes MP akan dimulai pada 5 Mei 2025. Prosesnya dilakukan bertahap, menyesuaikan kesiapan masing-masing desa. Ini penting untuk menjaga kualitas dan keseriusan pembentukan koperasi.
Koperasi di desa bukan hal baru. Namun, dalam model KopDes MP ini, ada tekad untuk menciptakan koperasi berbasis kebersamaan, tidak elitis, dan menjadi motor penggerak ekonomi warga, sebagaimana diuraikan Eko Prasodjo dalam Revolusi Desa (Gramedia, 2018).
Keterlibatan Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lombok Tengah dalam proses ini menjadi sinyal positif. Dukungan teknis dan legalitas koperasi diharapkan meminimalkan kendala administratif yang sering menghambat lahirnya koperasi di tingkat desa.
Penting dicatat, keberhasilan KopDes MP sangat tergantung pada dua hal. Pertama, kesadaran kolektif warga desa. Kedua, pendampingan berkelanjutan dari pemerintah dan pihak terkait untuk membangun kapasitas pengelola koperasi.
Dalam Pemberdayaan Komunitas: Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan karya Ife dan Tesoriero (LKiS, 2008), ditegaskan bahwa pembangunan berbasis komunitas harus memberi ruang bagi suara dan kepentingan lokal, bukan sekadar program top-down.
Oleh karena itu, pendekatan Musdesus menjadi kunci. Musyawarah desa harus mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan nyata masyarakat, bukan sekadar formalitas administratif. Ini butuh fasilitasi yang jujur, sabar, dan partisipatif.