Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Semua Wadah Disebut "Taperwer": Ingatan dari Dapur Desa

20 April 2025   00:25 Diperbarui: 20 April 2025   00:42 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tupperware (Sumber: https://www.kompas.com/global/read/2024/09/20/150000970/tupperware-bangkrut-dan-alasan-pelik-di-baliknya)

Jika topik pilihan di Kompasiana tidak mengangkat soal Tupperware, mungkin ingatan ini akan lewat begitu saja tanpa sempat saya rekam. Padahal kisah ini lahir dari ruang keseharian di Desa Malaka.

Di seberang kantor Desa Malaka berdiri sebuah warung kopi, tempat saya kerap mampir sebelum memulai aktivitas atau sekedar menunggu teman sepekerjaan. Hanya untuk menikmati secangkir kopi hangat yang disajikan penuh keramahan oleh sang ibu pemilik.

Berulang kali mampir di situ, saya mendengar ibu warung memerintahkan anaknya mengambil Tupperware. Awalnya saya mengira yang dimaksud adalah produk bermerek asli Tupperware, seperti yang kita kenal selama ini.

Namun secara tak sengaja, saya melihat merek lain tertera di wadah plastik itu. Tutupnya longgar, warnanya tak semewah Tupperware, tapi tetap saja ibu itu menyebutnya "Tupperware" saat meminta anaknya mengambilnya.

Ternyata fenomena ini bukan cuma di warung kopi itu. Saya juga menjumpainya di beberapa rumah warga lain. Semua wadah plastik, meski bukan merek asli, tetap saja disebut Tupperware dengan penuh keyakinan.

Dalam kajian semiotika, hal ini disebut generikasi merek. Fenomena saat satu merek menjadi istilah umum untuk menyebut barang serupa. Roland Barthes menyinggung ini dalam Mythologies (1957).

Kita mengenalnya juga pada sebutan "Aqua" untuk semua air mineral, "Indomie" untuk segala mie instan, atau "Odol" untuk segala jenis pasta gigi. Sebuah bentuk dominasi simbolik dalam keseharian.

Dalam linguistik, ini disebut eponim. Nama merek yang berubah menjadi istilah generik. Tupperware menjadi eponim kuat di ruang domestik, terutama dapur desa, menandai peran bahasa dalam budaya konsumsi.

Tupperware tidak lagi sekadar produk plastik, tapi telah menjadi kosakata lokal. Digunakan di pasar, rumah, dan warung, namanya disebut tanpa memedulikan merek sebenarnya, karena ia sudah menyatu dengan fungsi.

Sosiolog Arjun Appadurai mengatakan bahwa objek keseharian membentuk imajinasi budaya masyarakat (The Social Life of Things, 1986). Maka Tupperware telah menjadi bagian dari imajinasi dapur masyarakat desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun