Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pulang yang Hening ke Al-Aziziyah

16 April 2025   08:36 Diperbarui: 16 April 2025   08:36 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang Pondok Pesantren Al-Aziziyah Kapek Gunungsari (Sumber: facebook.com/alaziziyah.kapek.gunungsari.1985/)

Langit pagi itu biru bersih. Angin melintas pelan di antara rindangnya pepohonan yang telah tumbuh besar di halaman pondok. Seorang lelaki paruh baya melangkah perlahan melewati gerbang utama Pondok Pesantren Al-Aziziyah.

Wajahnya teduh, senyum tipis menghiasi bibirnya. Ia mengenakan kopiah putih dan sarung bermotif klasik. Tak ada yang istimewa dari penampilannya, namun langkahnya membawa kenangan yang hanya bisa dirasakannya sendiri.

Ia adalah salah satu alumni angkatan awal, yang menyelesaikan hafalan qur’annya di Al-Aziziyah puluhan tahun silam. Hari itu, ia pulang. Pulang dalam arti sesungguhnya—kembali menapaki jejak masa lalu yang pernah menjadi bagian hidupnya.

Di halaman depan, beberapa santri berlalu-lalang. Kebanyakan mereka bergegas menuju kelas, membawa qur’an dan buku, namun ada juga yang santai mengobrol ringan di samping gerbang. Tak satu pun dari mereka mengenali lelaki itu.

Ia hanya berdiri, memandangi bangunan yang dulu ia tahu betul letak kamar-kamarnya. Asrama letter “U” yang kini telah berubah menjadi bangunan bertingkat empat, berpintu kaca, dan penuh warna baru. Pondok ini telah jauh berubah, lebih besar, lebih rapi, dan lebih hidup.

Namun, di tengah semaraknya perubahan, terasa ada sesuatu yang hilang. Setidaknya bagi lelaki itu. Ia berjalan pelan menuju Masjid Al-Kautsar, dimana dulu di bagian belakang masjid ini berdiri Masjid “Hidayatullah”. Ia berharap menemukan wajah-wajah lama. Tapi waktu terlalu jauh meninggalkannya.

Di depan masjid, seorang ustadz muda berdiri, mengenakan seragam batik khas pesantren dan sepatu pantofel. Ia terlihat sibuk memeriksa daftar nama untuk acara pertemuan alumni. Lelaki paruh baya itu mendekat dan menyebutkan namanya.

Seketika, petugas itu mengernyit. Ia meminta lelaki itu menunggu. Beberapa menit kemudian, datang seseorang yang berbeda. Seorang ustaz dengan pakaian batik sederhana, namun wajahnya penuh wibawa, Namanya Ustadz Ma’ruf. Matanya menatap sang alumni dalam-dalam.

Side... dulu satu kamar sama Ustaz Khairul, nggih?” tanyanya perlahan.

Sang alumni tersenyum lebar. “Nggih, tiang Sahlul. Tahun 1997 tiang selesai di pondok.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun