Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Premanisme Berkedok Pungutan dan Upaya Melawannya

19 Maret 2025   22:01 Diperbarui: 20 Maret 2025   07:51 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Image by luis_molinero on Freepik)

Menjelang berbuka puasa kemarin, di tengah obrolan santai dalam sebuah acara buka bersama, sampailah pembicaraan kami pada aksi premanisme yang belakangan ramai diberitakan. Sejumlah organisasi masyarakat (ormas) meminta jatah tunjangan hari raya (THR) kepada perusahaan-perusahaan. Mereka datang dengan dalih solidaritas, tetapi bagi pengusaha, ini tak ubahnya pemerasan.

Seorang teman lantas berbagi pengalaman. Ia pernah menjadi pengusaha warnet di awal 2000-an. Tahun 2004, ia menghadapi aksi serupa, tetapi pelakunya bukan ormas, melainkan oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Mereka datang menagih pajak retribusi yang diklaim sebagai ketentuan dari bupati.

Tak ada surat resmi. Tak ada sosialisasi. Mereka hanya membawa tuntutan lisan yang tak jelas dasarnya. Teman saya, yang memiliki sedikit pemahaman tentang aturan pungutan, menolak membayar. Ia meminta mereka menunjukkan regulasi yang mereka sebut-sebut. Para petugas itu justru meminta dia datang ke kantor mereka.

Ia tetap menolak. Jika memang ada aturan resmi, seharusnya bisa ditunjukkan di tempat. Ketika ditanya apakah aturan itu pernah disosialisasikan ke pengusaha warnet, mereka menjawab sudah dimuat di koran. Namun, saat diminta bukti, mereka tak bisa memperlihatkannya.

Ancaman pun muncul. Mereka mengancam akan menyita barang-barang warnetnya. Teman saya tak gentar. Dengan tenang, ia berkata bahwa dirinya asli warga setempat. Jika barangnya disita tanpa dasar hukum, ia akan meneriakkan maling. Bisa jadi, warga akan beramai-ramai mengepung mereka.

Para petugas itu akhirnya pergi dan tak pernah kembali. Namun, setelah itu, ia bertanya kepada pengusaha warnet lain. Ternyata, mereka juga mengalami intimidasi serupa. Bedanya, banyak yang memilih membayar karena takut bisnisnya terganggu.

Situasi seperti ini bukan sekadar masalah individu. Premanisme berkedok pungutan menciptakan iklim usaha yang tidak sehat. Para pengusaha tidak hanya menghadapi tantangan bisnis, tetapi juga ancaman dari pihak yang seharusnya memberi perlindungan.

Bukan hanya sekali atau dua kali kasus seperti ini terjadi. Pemerasan berkedok pungutan terus berulang dari waktu ke waktu. Modusnya bisa berubah, tetapi tujuannya tetap sama: mengeruk keuntungan dari pihak yang dianggap lemah.

Tidak semua pengusaha berani melawan seperti teman saya. Banyak yang memilih menghindari konflik. Mereka khawatir, jika melawan, bisnisnya bisa semakin dipersulit. Karena itu, praktik semacam ini terus berulang.

Namun, teman saya tak tinggal diam. Ia sadar, masalah ini bukan hanya miliknya sendiri. Untuk mengantisipasi aksi premanisme di kemudian hari, ia berinisiatif membentuk perkumpulan pengusaha warnet. Salah satu tujuannya adalah saling membantu jika ada intimidasi serupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun