Presiden Prabowo Subianto menyebut, Indonesia akan di atas Jepang dan Inggris di tahun 2050 (Tempo, 25/02/2025). Pernyataan itu mengundang tanya. Ambisi besar atau sekadar mimpi di siang bolong? Banyak yang skeptis. Data menunjukkan kenyataan berbeda. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai sektor. Salah satunya, pendamping desa.
Pendamping desa selama ini berperan penting dalam pembangunan desa. Mereka menjadi ujung tombak implementasi berbagai kebijakan pemerintah, terutama dalam pembangunan berbasis masyarakat. Namun, realitas pahit harus mereka hadapi. Menurut seorang mantan TPP Pusat, ada ribuan pendamping desa terkena PHK.
Dari jumlah tersebut, ada sekian ribu orang yang tidak masuk dalam SK 2025. Sementara itu, yang lainnya terancam diberhentikan karena pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2024 tanpa cuti resmi. Keadaan ini menimbulkan kegelisahan di kalangan pendamping desa yang selama ini telah berdedikasi dalam pembangunan desa.
PHK massal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang nasib desa-desa yang selama ini didampingi. Keberlanjutan program pembangunan desa yang mengandalkan tenaga pendamping pun dipertanyakan.Â
Pemerintah tampaknya tidak memiliki strategi matang dalam mengelola tenaga pendamping desa, padahal peran mereka sangat vital dalam meningkatkan kapasitas pemerintah desa dan mengawal program pembangunan.
Gelombang PHK ini terjadi di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu. Indikator makro ekonomi belum menunjukkan perbaikan signifikan.Â
Bank Dunia (2023) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sekitar 5 persen, lebih rendah dari Tiongkok dan India. Data BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka per Agustus 2023 sebesar 5,32 persen, atau 7,86 juta orang.
Pendamping desa yang kehilangan pekerjaan akan semakin menambah jumlah pengangguran. Mereka yang selama ini menjadi fasilitator pembangunan justru terlempar dari sistem.Â
Sebagian dari mereka bahkan belum memiliki alternatif pekerjaan lain. Penghapusan ribuan tenaga pendamping ini bukan sekadar kebijakan administratif, tetapi berimplikasi luas pada sosial dan ekonomi masyarakat desa.
Selama hampir satu dekade, pendamping desa berperan besar dalam pengawalan dana desa. Mereka bertugas memastikan desa dapat mengelola dana dengan baik dan menjalankan program pembangunan yang efektif.Â