Kementerian Desa memutuskan mengurangi honor pendamping desa dari 12 bulan menjadi 10 bulan. Kebijakan ini berdampak langsung pada sekitar 34 ribu pendamping desa di seluruh Indonesia (cnnindonesia.com, 12/02/2025). Dampak dari kebijakan ini tidak hanya akan dirasakan secara ekonomi. Pengurangan honor juga berpotensi memengaruhi efektivitas program pembangunan desa di berbagai daerah.
Pemotongan honor ini memunculkan banyak pertanyaan. Bagi para pendamping desa, keputusan ini bukan hanya soal pengurangan penghasilan, tetapi juga berkaitan dengan keberlanjutan tugas mereka dalam mendampingi desa.
Pendamping desa memiliki peran strategis dalam memastikan program pembangunan desa berjalan efektif. Mereka mendampingi penyusunan perencanaan di desa, mengawal pelaksanaan program, serta memastikan dana desa digunakan secara transparan (World Bank, 2021).
Jika kesejahteraan mereka terganggu, efektivitas kerja di lapangan bisa ikut terdampak. Pendamping yang sebelumnya dapat fokus penuh pada tugasnya kini mungkin harus mencari sumber penghasilan lain. Akibatnya, perhatian terhadap pembangunan desa bisa berkurang.
Di sisi lain, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi penurunan kualitas pengawasan dana desa. Ketika pendamping menghadapi tekanan ekonomi, independensi mereka dalam mengawal penggunaan dana desa bisa terpengaruh (Aspinall & Mietzner, 2020).
Dalam beberapa kasus, hubungan dekat antara pendamping desa dan aparat desa bisa membuka celah bagi praktik kolusi. Penyusunan laporan pertanggungjawaban yang tidak akurat, pembengkakan anggaran proyek, atau ketidakberanian melaporkan penyimpangan bisa terjadi (Friedman, 2019).
Menteri Desa, Yandri Susanto, telah menyatakan akan memperjuangkan honor dua bulan yang hilang. Ia berencana membahas hal ini dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, untuk mencari solusi agar hak pendamping desa tetap terjagan (cnnindonesia.com, 12/02/2025).
Namun, tanpa kejelasan waktu dan mekanisme pengembalian honor tersebut, para pendamping desa tetap dalam ketidakpastian. Mereka membutuhkan kepastian agar dapat bekerja dengan tenang dan tetap fokus menjalankan tugasnya di desa-desa.
Dari sudut pandang kebijakan, pemotongan honor pendamping desa tentu dilakukan dengan alasan tertentu. Salah satunya bisa jadi karena keterbatasan anggaran negara yang harus dialokasikan untuk berbagai sektor prioritas lainnya.
Namun, efisiensi anggaran seharusnya tidak mengorbankan efektivitas pembangunan desa. Apalagi, sejak 2015, dana desa telah menjadi instrumen utama dalam membangun infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa (Todaro & Smith, 2020).