Pernahkah terbayang sebuah job fair, yang biasanya digelar di kota besar, diadakan di desa? Gagasan ini terdengar inovatif, tetapi sangat mungkin direalisasikan untuk menjembatani kesenjangan antara kompetensi tenaga kerja dan kebutuhan industri.
Job fair, secara sederhana, adalah sebuah acara yang mempertemukan pencari kerja dengan perusahaan yang mencari tenaga kerja, sering kali disertai dengan sesi pelatihan atau konsultasi karier. Jika diterapkan di desa, acara ini tidak hanya membuka peluang kerja, tetapi juga dapat menggerakkan roda perekonomian lokal dan menarik investasi ke pedesaan.
India memberikan contoh menarik dengan program Rozgar Melas, sebuah job fair yang diadakan di pedesaan untuk memberikan akses pekerjaan kepada masyarakat lokal. Melalui program ini, perusahaan datang langsung ke desa, membawa informasi tentang peluang kerja, pelatihan, dan rekrutmen. Meski cukup sukses, Rozgar Melas masih menghadapi tantangan, terutama dalam hal kurangnya pelatihan spesifik yang sesuai dengan kebutuhan lokal.Â
Banyak peserta yang menghadiri acara ini belum siap memenuhi standar industri karena pelatihannya terlalu umum. Indonesia dapat belajar dari kekurangan ini dengan menyediakan pelatihan berbasis kebutuhan lokal sebelum pelaksanaan job fair, sehingga masyarakat desa memiliki kompetensi yang sesuai dengan peluang kerja yang ditawarkan.
Di Kenya, program Youth Empowerment Initiative berhasil mengintegrasikan job fair dengan pelatihan berbasis kerja yang spesifik. Pemerintah bekerja sama dengan perusahaan guna memberikan pelatihan praktis kepada kaum muda di pedesaan sebelum mereka bergabung dengan dunia kerja.Â
Meskipun inisiatif ini memberikan hasil yang cukup baik, tantangan yang dihadapi adalah minimnya akses teknologi di daerah-daerah terpencil, yang membatasi skala program tersebut. Indonesia dapat memanfaatkan infrastruktur digital yang semakin berkembang untuk memastikan akses yang lebih luas bagi masyarakat desa terhadap program serupa.
Sementara itu, di Jerman, konsep pendidikan dual atau dual education diterapkan untuk mengatasi kesenjangan kompetensi. Desa-desa di Jerman menjadi lokasi pelatihan langsung, menggabungkan pembelajaran teori dengan praktik kerja. Namun, model ini membutuhkan investasi yang besar, baik dari pemerintah maupun sektor swasta. Di Indonesia, model ini dapat diadaptasi dengan skala yang lebih kecil, melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal sebagai mitra pelatihan kerja, yang lebih sesuai dengan kondisi desa.
Job fair di desa dapat menjadi sarana strategis untuk mendukung prioritas program Kementerian Desa, terutama dalam hal Peningkatan Investasi Desa. Program ini bertujuan menarik investasi dari luar ke pedesaan sekaligus memperkuat investasi dari dalam desa itu sendiri. Dengan menghadirkan perusahaan melalui job fair, desa dapat mempromosikan potensi lokalnya, menarik minat investor, dan membuka jalan untuk pengembangan sektor-sektor produktif.
Sektor agribisnis, misalnya, memiliki potensi besar dikembangkan di pedesaan. Melalui job fair, masyarakat dapat diperkenalkan pada peluang kerja di bidang pertanian modern, pengolahan hasil tani, atau pemasaran produk agraris. Perusahaan agribisnis yang terlibat dalam acara ini juga dapat menjalin kerja sama investasi dengan kelompok tani setempat, memperluas jaringan distribusi, atau bahkan membangun fasilitas pengolahan di desa.
Sektor pariwisata juga tidak kalah penting. Desa-desa dengan potensi wisata dapat menggunakan job fair menjaring tenaga kerja di bidang perhotelan, jasa pemandu wisata, atau pemasaran destinasi. Dengan pelatihan yang tepat, masyarakat desa dapat menjadi bagian dari rantai nilai pariwisata, sekaligus mempromosikan budaya dan kearifan lokal mereka.