Mohon tunggu...
Ikhwan Mansyur Situmeang
Ikhwan Mansyur Situmeang Mohon Tunggu... -

Staf Pusat Data dan Informasi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

GKR Hemas: ”Indonesia Kini Memasuki Darurat Pangan”

30 Juli 2012   04:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:27 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyesalkan kenaikan harga sembilan bahan pokok (sembako) yang merata di berbagai daerah hari-hari belakangan ini. Pemerintah fokus membangun swasembada pangan sembari mengurangi impor pangan atau ketergantungan Indonesia yang sangat tinggi terhadap produk pangan luar negeri. Kenaikan harga pangan harus menjadi prioritas Pemerintah yang dilaksanakan sungguh-sungguh.

”Kenaikan harga sembako membuktikan bahwa Indonesia kini memasuki darurat pangan,” ujarnya di lantai 8 Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/8/2011). Kenaikan harga bukan lagi masalah rutin yang selalu terjadi selama bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri, melainkan karena Indonesia kini memasuki darurat pangan.

Karenanya, Hemas mengatakan, penanganannya jangan parsial hanya mengatasi kenaikan harga sembako selama bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran tapi harus menyeluruh mengatasi situasi kondisi darurat pangan. Caranya, Pemerintah fokus membangun swasembada pangan sembari mengurangi impor pangan. ”Kita harus membangun swasembada pangan sembari mengurangi impor sesegera dan seoptimal mungkin, terutama bahan pangan yang bisa terproduksi di dalam negeri.”

”Saat yang sama, impor pangan tidak terkontrol. Hampir semua bahan pangan yang semestinya bisa dipenuhi di oleh produk pangan dalam negeri, kini diimpor dalam jumlah besar-besaran,” kata Hemas. Akibatnya, sentra-sentra produksi di sejumlah daerah yang dulu berjaya kini merana dan terbengkalai. Misalnya, sentra produksi bawang di Brebes dan Tegal.

Ia mencatat, harga bahan pangan menaik sejak bulan Januari lalu. Sepanjang bulan Januari hingga Juni 2011, Indonesia mengimpor jutaan ton beras, jagung, kedelai, biji gandum, meslin, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging, mentega, minyak goreng, susu, telur, ayam, kelapa, kelapa sawit, lada, kopi, cengkeh, kakao, cabe kering, cabai, garam, tembakau, kacang-kacangan, jagung, bawang.

Indonesia juga mengimpor bawang merah belasan ribu ton dari India, Filipina, dan Thailand. Singkong pun diimpor berton-ton dari China dan negara-negara lain. Begitu juga garam yang diimpor hampir dua juta ton dari Australia, Singapura, Selandia Baru, Jerman, dan India.

”Semuanya bahan kebutuhan pokok. Kenaikannya terus menerus. Indonesia kini menjadi negara pengimpor segalanya. Beberapa jenis berfluktuasi tetapi trend-nya naik,” ujarnya. Diperkirakan, Rp 45 triliun total impor pangan sejak bulan Januari hingga Juni 2011.

Data tersebut membuktikan kebijakan Pemerintah saat ini cenderung atau lebih suka mengimpor pangan karena mudah ketimbang fokus membangun swasembada pangan yang memerlukan kerja keras tetapi bermanfaat jangka panjang. “Dan, mungkin menguntungkan pihak tertentu,” katanya.

“Indonesia telah kehilangan kedaulatan pangannya. Pemerintah jangan lagi bermain-main dengan menyatakan persediaan pangan cukup. Bahkan ada yang menyatakan surplus. Di pasar-pasar harga pangan membumbung. DPD mengingatkan bahwa masalahnya kini bukan hanya harga-harga yang naik selama Ramadhan dan menjelang Lebaran, tapi masalah darurat pangan dan hilangnya kedaulatan pangan kita.”

Menurutnya, jika Indonesia memasuki darurat pangan dan kehilangan kedaulatan pangan maka masalah serius yang terjadi berdampak jangka pendek. Karenanya, DPD mendesak pemerintah segera menyelesaikan masalah utamanya, yakni membangun swasembada pangan sembari mengurangi impor sesegera dan seoptimal mungkin, terutama bahan pangan yang terproduksi di dalam negeri seperti garam, singkong, ayam, dan telur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun