Mohon tunggu...
IMRON SUPRIYADI
IMRON SUPRIYADI Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan Pengasuh Ponpes Rumah Tahfidz Rahmat Palembang

Jurnalis, Dosen UIN Raden Fatah Palembang, dan sekarang mengelola Pondok Pesantren Rumah Tahfidz Rahmat Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saya Menolak Stempel dari Tuhan

30 Agustus 2020   19:17 Diperbarui: 30 Agustus 2020   19:16 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dalam sejumlah Firman-Nya Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt, kita sangat mengetahui kalau Allah Swt adalah dzat yang serba Maha atas segalanya. Langit, bumi serta isinya  semua dibawah kekuasaan-Nya. Namun demikian, Allah Swt juga mengatakan : wahai Hambaku, Aku sesuai persangkaanmu kepada-Ku.

Pernyataan Allah ini, tercantum dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Al Hakim no. 1828, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Ash Shahihah no. 2012).

Demikian bijaknya Allah Swt memberi ruang seluas-luasnya kepada kita sebagai hamba-Nya, namun pada satu peristiwa tertentu, sering kali, sadar atau tidak kita sendiri yang menyatakan diri kita ini miskin, susah dan serba kesulitan, sehingga dalam menghadapi hidup, kita cenderung mengeluh dan mengeluh sepanjang hari.

Seolah hidup ini selalu dalam tekanan, sehingga dalam satu detik pun kita tidak bisa mengatakan : aku bahagiia, atau aku merdeka. Karena saya dan isteri tidak ingin diberi kesulitan dan kemiskinan oleh Allah Swt, maka dalam satu peristiwa, saya menolak stempel dari Tuhan, Allah Swt. (Simak Vidoenya : Saya Menolak Stempel Tuhan).

Kisahnya, tahun 2010, kondisi ekonomi keluarga saya memang sedang kembali ditata ulang, setelah saya kembali dari Tanjung Enim dan balik lagi ke Palembang. Singkat cerita, saya dan isteri ketika itu harus memulai dari nol. Baik dari sisi biaya hidup, dari sisi pekerjaan.

Kali itu semua pekerjaan yang bisa mendatangkan duit yang halal saya lakukan. Pesanan nasi kotak, snack dari panitia seminar, saya layani. Meskipun itu sebenarnya bukan bidang kami.

Sampai-sampai kami, juga sempat berdagang kue yang kami titipkan di beberapa warung, tepmat kami tinggal. Kemudian kami juga menitipkan kerupuk udang di warung Bakso, milik teman saya, di kilometer 9 dan di Plaju Palembang.

Semua itu kami lakukan, demi menjaga kelangsungan hidup di Palembang, yang ketika itu sedang kami mulai kembali, setelah sebelumnya saya 4 tahun kontrak kerja di Tanjung Enim.

Di tengah kondisi ekonomi kami yang belum stabil, kebutuhan anak kami yang sulung, Annisatun Nurul Alam harus membuat kami berpikir keras. Sebab, kami ingin memasukkan anak kami ke sekolah agama yang berkualitas. Tentu dengan risiko kami harus mengeluarkan biaya yang lumayan tinggi.

Rencana kami ini, terdengar juga oleh tetangga. Ketika itu, salah satu diantara tetangga berbincang dengan isteri saya, dan mendengar tentang rencana kami yang ingin menyekolahkan anak kami di sekolah swasta yang berbasis pesantren.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun