Mohon tunggu...
Imron Fhatoni
Imron Fhatoni Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar selamanya.

Warga negara biasa!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Otonomi Kampus, Ujian Tambahan Mahasiswa Kurang Mampu

26 Februari 2017   02:12 Diperbarui: 26 Februari 2017   18:00 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini banyak terjadi perdebatan tentang otonomi kampus. Sebagian kelompok ada yang menerimanya dengan sukacita, sebagian lagi tidak. Di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat, baru-baru ini digelar aksi demonstrasi oleh sejumlah mahasiswa menyangkut regulasi ini. Sejumlah aktivis kampus aktif menyerukan perlawanan terhadap kebijakan kampus yang mencutikan sebagian besar mahasiswanya karena keterlambatan mereka membayar SPP.

Uniknya, praktek ini mulai digalakkan oleh sejumlah Perguruan Tinggi Negeri di Mataram. Tak jelas alasannya mengapa pihak kampus justru mengeluarkan satu kebijakan yang dinilai memberatkan mahasiswanya. Buntut dari kebijakan inipun kian beragam. Salah satunya itu tadi, sejumlah mahasiswa harus dicutikan dengan alasan melanggar tata tertib kampus. 

Dulu ketika pertama kali menginjakkan kaki di Mataram, banyak orang berlomba-lomba masuk perguruan tinggi negeri dengan alasan biaya yang lebih murah jika dibanding perguruan tinggi swasta. Namun tampaknya hipotesa ini tak lagi berlaku sekarang, belakangan sejumlah PTN justru tumbuh sebagai pesaing Swasta dalam hal biaya pendidikan. 

Pertanyaan kritis yang muncul dibenak saya adalah mengapa PTN harus melakukan penambahan biaya pendidikan? Bukankah hal demikian adalah indikasi bahwa kampus tak lagi mampu berfikir kreatif untuk memenuhi kebutuhannya sendiri?

Dugaan saya, semua ini berawal dari kesalahpahaman dalam memaknai otonomi kampus itu sendiri. Regulasi ini hadir dan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Rektor untuk mengelola kampus secara kreatif dan inovatif sehingga kampus terlahir sebagai institusi mandiri, independent, dan fleksibel.

Namun belakangan, produk pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 itu nampak salah ditafsirkan oleh sejumlah perguruan tinggi kita.

Tujuan utama dari UU ini adalah membuka ruang akselerasi seluas-luasnya bagi kampus untuk mengelola serta memenuhi kebutuhannya secara mandiri serta kreatif. Namun yang perlu digaris bawahi adalah kebijakan melakukan penambahan beban biaya pendidikan sehingga berpotensi memberatkan sejumlah mahasiswa kurang mampu bukanlah kreatifitas. 

Inilah yang dimaksud dengan salah tafsir. Kampus seakan menjadi kaku, tak berkutik, tak juga memiliki inovasi lain dalam mencapai kemandirian. Padahal sejumlah strategi bisa saja ditempuh tanpa perlu meningkatkan beban biaya pendidikan.

Hal ini tentu sedikit bertentangan dengan amanah otonomi kampus yang tidak saja menjamin otonomi perguruan tinggi, tapi juga mengatur dengan tegas tanggung jawab negara atas penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pendanaan pendidikan tinggi untuk mencegah komersialisasi pendidikan, memperluas akses mengikuti pendidikan tinggi bagi masyarakat kurang mampu secara ekonomi, dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan tinggi bagi masyarakat di daerah terluar, tertinggal dan terdepan.

Sebagai indikator penentu arah dunia pendidikan, kampus tak boleh bersifat eksklusif, seolah menginterpensi, apalagi menghalangi manusia didalamnya untuk berkembang. Otonomi kampus bukanlah instumen pendukung praktek-praktek komersialisasi kampus hingga meminggirkan filosofi pendidikan serta akses bagi mahasiswa kurang mampu.

Impian saya, seluruh perguruan tinggi di Indonesia adalah perpustakaan yang ramah bagi siapapun. Disanalah ruang terbuka tempat masyarakat bertanya. Ketika masyarakat membutuhkan sesuatu, datanglah ke kampus. Dizaman keterbukaan seperti sekarang, kampus semestinya hadir sebagai etalase publik yang menyajikan satu atmosfer demokratis yang sejuk dan komprehensif. 

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun