Mohon tunggu...
Imran Rusli
Imran Rusli Mohon Tunggu... profesional -

Penulis dan jurnalis sejak 1986

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Polisi Keciiil, Hukum Bisa Dibeli

10 Februari 2011   09:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:44 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_89912" align="alignleft" width="199" caption="keken dan nenek sehari-hari"][/caption] [caption id="attachment_89917" align="aligncenter" width="300" caption="keken dan nenek main pesawat"]

1297329375980808797
1297329375980808797
[/caption] [caption id="attachment_89918" align="aligncenter" width="300" caption="cepat nek jemput keken ke natuna, keken ditinggal sendirian nih, gebot ke pekanbaru udah hampir 10 hari"]
1297329494895961240
1297329494895961240
[/caption]

Perseteruan kami dengan Geby dan keluarganya sudah memasuki babak baru. Tanggal 9 Februari kemarin dia di-BAP di Poltabes Pekanbaru karena tak punya itikad baik mematuhi kesepakatan yang dibuat dalam proses mediasi dengan kuasa hukum kami atas anjuran polisi 15 Desember 2010.

Dengan kesepakatan itu kami bersedia mencabut laporan ke polisi atas perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukannya tanggal 2 Desember 2010, yakni ‘menculik’ Keken (Keyzo), anak kandungnya yang diserahkan pengasuhannya kepada kami sejak 2 tahun 10 bulan lalu (sekitar Maret 2008 saat Keken berusia 12 hari).

Untuk itu kami mempersilakan Geby membawa Keken ke Natuna dan dia mengajukan sendiri syarat-syarat yang menjadi kewajibannya yakni akan datang sekali sebulan ke Pekanbaru dan selama berada di Pekanbaru Keken akan tinggal bersama kami sampai mereka berdua kembali ke Natuna.

Kalau dalam melaksanakan kesepakatan Geby mengalami kendala dia bisa mengkomunikasikannya dengan kami, dan selama Keken bersama dia akses kami terhadap Keken tidak boleh ditutup sama sekali apakah dalam bentuk komunikasi telepon atau kunjungan langsung.

Kenyataannya sampai Februari Keken tak dibawanya ke Pekanbaru. Alasannya tak punya uang. Sedang untuk beli susu Keken saja—katanya--harus minta ke orang tua Obet yang disebutnya sebagai mertua , padahal setahu kami, dia dan obet tidak menikah sampai sekarang dan masih tinggal terpisah di Natuna (setidaknya begitulah informasi dari teman-temannya di Pekanbaru).

Komunikasi dengan Keken pun tak berlangsung lancar, ada-ada saja alasannya seperti Keken lagi main, Keken tidur, atau Keken lagi nggak mau terima telepon, sehingga kami yakin Geby takkan pernah membiarkan kami berkomunikasi dengan Keken.

Selama di Natuna Geby tak pernah menghubungi kami. Kepada pengacara kami yang menghubunginya dia menjanikan akan ke Pekanbaru dengan Keken tanggal 17 Januari, lau ditunda ke tanggal 28 Januari, lalu tanggal 12 Februari. Semuanya bohong belaka, karena polisi memergokinya sudah berada di Pekanbaru sejak awal Januari dan ditengarai sudah kembali menjalankan profesinya sebagai PSK dari tempat kostnya di Jondul Pekanbaru.

Jadi dia melanggar sendiri janjinya akan ke Pekanbaru bersama Keken setiap bulan dan dia tidak pernah mengkomunikasikannya pada kami sesuai kesepakatan. Padahal kesepakatan tersebut mengandung konsekuensi hukum juga, sementara laporan kami ke polisi sebelumnya belum dicabut.

Tanggal 5 Februari dia menelpon istri saya (nenek asuh Keken). Katanya “Bu ini Geby, mana Keken?” Istri saya bingung, kan Keken bersama dia? “Keken?” Hanya bisa merespon sepertiitu Gebynya sudah ketawa terbahak-bahak dan menutup telepon.Apa maksudnya?

Saya pikir Geby sudah rusak otaknya.

Pertama karena dia tampaknya berpikir kami tersiksa ditinggal Keken, padahal kenyataannya kami bisa bertahan dan yang justru lebih kami kuatirkan adalah kondisi kejiwaan Keken yang diambil paksanya dari kami, setelah hampir tiga tahun diabaikannya? Apalagi kalau teringat bagaimana murungnya suasana hati Keken ketika kami menyerahkannya kepada Geby di pagi 16 Desember itu? Dia mencengkeram kuat kaki neneknya dan menangis sejadinya, tak ingin dibawa ibunya.

Kedua, kami kan memang tak pernah ingin menguasai Keken, tapi hanya menginginkan pemisahan yang safe, karena Keken itu manusia, bukan barang, yang setelah diserahkan ke pengasuhan kami selama hampir tiga tahun bisa diambil lagi begitu saja tanpa menimbulkan guncangan kepada kedua belah pihak.

Ketiga kini dia mengeluhkan susahnya mengurus Keken, Keken bandel katanya. Coba anak batita sehat mana yang tidak bandel? Lalu apa yang dilakukannya untuk meredam kebandelan Keken, memberinya obat tidur? Saya ngeri membayangkan kemungkinan ini. Mana otak Keken pernah dirusaknya dengan narkoba yang dikonsumsinya sehingga anak itu harus dirawat rutin selama setahun dfi tahun pertama usianya!

Dia juga mengeluhkan biaya Keken, terpaksa ngemis ke mana-mana untuk beli susu Keken, kadang-kadang dia malu katanya, nah kalau malu artinya apa? Keken tak minum susu? Apa akibatnya hal itu pada anak batita?

Keempat setelah susah payah ‘menculik’ Keken kini Keken ditinggalnya begitu saja di Natuna, dengan orang yang katanya mertuanya. Obet yang katanya suaminya kini sibuk di Batam dan Ranai (Natuna) karena baru diterima jadi CPNS, dia menjalani banyak training. Jelas dalam kondisi ini dia tak akan punya waktu untuk Keken, meski katanya sayang.

Padahal semua tahu anak batita sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang di usianya ini, kecuali usianya sudah di atas 12 tahun.

Faktanya, Obet dan orang tuanya tak punya hak apapun atas Keken. Pengakuannya sebagai ayah biologis Keken harus dibuktikan dulu dengan test DNA. Tapi mau cape-cape test DNA pun takkan ada pengaruhnya pada Keken, karena Keken anak yang dilahirkan di luar nikah, yang punya hak atasnya cuma Geby. Kami bisa melaporkan Obet sebagai penculik Keken, paling tidak sebagai orang yang punya andil mengasuh Keken selama hampir tiga tahun kami lebih berhak melakukannya daripada keluarga besar Geby, Obet dan keluarga besar Obet.

Kelima Geby tetap berusaha memutus hubungan emosional kami dengan Keken, untuk apa? Tidak jelas! Apa ruginya lebih banyak orang yang menyayangi Keken? Dia, keluarganya (katanya), Obet, keluarga Obet, dan kami (yang sudahhidup bersama Keken sejak bayi!).

Jadi ya, saya yakin otaknya sudah rusak karena narkoba yang dikonsumsinya selama ini, sehingga tak bisa berpikir jernih lagi.

Polisi Keciiiiil

Geby tak memperlihatkan ketakutannya berurusan dengan polisi. Dia sesumbar polisi keciiiiiiiiiiiiiiiiil, karena dia punya banyak kawan di Poltabes Pekanbaru dan lagi dia mengaku tahu cara menghadapi polisi. Oom malah mengaku teman akrab Kapolda Riau…

Kami tak menafikannya, tapi kami masih percaya hukum, kalau menurut Geby dia bisa memperolok-olok hukum hanya karena dia sering berhubungan dan menyervis oknum polisi, itu hak dia, tapi takkan mematikan harapan kami, karena ada masa depan batita yang dipertaruhkan di sini, polisi-polisi itu kan juga punya bayi dan kami yakin apa yang mungkin dijanjikan Geby tak kan bisa mengikat mereka selamanya.

Dengan apa Geby mengukur isi perut oknum polisi yang katanya teman-temannya? Dengan uang hasil keringatnya atau mungkin langsung dengan tubuhnya—yang menurut kami malah sudah mulai terjangkit penyakit kelamin, karena dalam pertemuan Desember lalu kami melihat banyak luka-luka kecil di kakinya.

Tapi terserahlah, kami hanya berpikir positif, apakah mungkin Poltabes Pekanbaru akan menjatuhkan reputasi mereka sebagai penegak hukum hanya untuk seorang Geby. Berapa pula Geby mampu membeli polisi dan hukum? Dan apa ya polisi mau, seperti yang dibualkannya?

Kami rasa Geby terlalu tinggi memandang dirinya dan terlalu percaya pada potensinya. Waktu akan membuktikan. Yang jelas dia harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan uang, kalau perlu mungkin banting harga obral diri.

Terserah Geby mau apa, pikiran kami kini hanya dipenuhi Keken, bagaimana dia menjalani hari-hari di Natuna, sendirian?!

Tulisan terkaitCucu dari Langit, Fakta-fakta di Balik ‘Penculikan’ Keken, Karena Keken Anak Haram?, Indahnya Waktu Bersama Keken, Kejamkah Kalau Kami Cabut Kuasa Asuhnya?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun