Mohon tunggu...
Imran Rusli
Imran Rusli Mohon Tunggu... profesional -

Penulis dan jurnalis sejak 1986

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ahok (BTP) Sebaiknya Dirikan "DKI Watch"

25 Februari 2019   08:00 Diperbarui: 25 Februari 2019   08:17 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: twitter/kompastv

Melihat kondisi DKI Jakarta yang makin tak keruan, saya berpikir kenapa Ahok atau yang kini minta dipanggil BTP tidak membuat lembaga pengawasan seperti DKI Watch saja ya? Hanya dengan cara ini pembangunan DKI dan penggunaan APBD DKI bisa sehat dan tak menyakiti hati rakyat karena diberikan seenaknya kepada kolega politik dan pendukung-pendukungnya dalam Pilkada 2017 lalu.

Kita miris membaca berita seperti ini "Anggaran Janggal APBD DKI Jakarta yang Nongol di Tengah Jalan"   

Empat mata anggaran muncul begitu saja di tengah jalan. Kondisinya kembali seperti sebelum Jokowi dan Ahok memimpin Jakarta. Koruptif dan penuh dengan penjarahan APBD,

Belum lagi ini "Anies Pakai Anggaran DKI Rp 58,6 Milliar untuk Program Revolusi Putih 'Susu Prabowo'"

Dana APBD DKI digelontorkan seenaknya untuk Prabowo, padahal uang APBD adalah uang rakyat, tak boleh seenaknya diberikan kepada kolega atau koneksi politik, karena tak menyangkut kebutuhan publik warga Jakarta. Ini Rp 586 miliar cuma untuk satu orang. Beli susunya juga ke pabrik milik saudara satu orang itu, yakni Hasyim.

Kita juga geregetan melihat cara Anies membayar balik bantuan politik H. Lulung atau Abraham Lunggana. Dengan menutup jalan Jati Baru dan membuatkan tenda katanya gratis untuk PKL, nyatanya setiap lapak PKL tersebut harus membayar ke anak buah Lulung Rp 3 -- 5 juta per lapak. 

Uangnya ya ke kantong merekalah, preman yang sudah lama menikmati uang mudah dari Tanah Abang, di mana H Lulung bermain cantik sebagai pelindung, sekaligus sebagai tokoh masyarakat Betawi yang dengan tegas selalu mengatakan tak ada preman di Tanah Abang. H Lulung yang wakil ketua DPRD DKI itu, juga bisa bertindak sebagai pengacara mereka, karena dia juga berprofesi sebagai advokat di Tanah Abang. 

Politik balas budi dan kongkalingkong dengan APBD seperti ini harus dihentikan, karena APBD DKI itu uang rakyat DKI, bukan uang pribadi Anies Baswedan dan menurut saya hanya BTP yang bisa dan mampu melakukannya karena BTP tahu seluk-beluk permainannya.

BTP sebagai mantan Gubernur DKI yang kinerjanya kinclong dan telah menegakkan dasar-dasar transparansi penggunaan anggaran di DKI jelas sangat berkompeten menjadi pengawas, sekaligus sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan DKI.

Kita tahu di zaman BTP jadi gubernur, tak ada anggota DPRD DKI yang bisa main-main nitip proyek, atas nama apapun juga. Di era BTP kinerja SKPD bisa diketahui warga karena BTP selalu meng-upload-nya di youtube.

Sekarang APBD digunakan Anies Baswedan sesukanya saja. Untuk tim pembantunyalah, yang bukan karyawan Pemprov DKI, tapi digaji dengan APBD yakni TGUPP (Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan) yang jumlahnya 73 orang dan melipatkan anggaran yang semula cuma Rp 2 miliar menjadi Rp 28 miliar, padahal manfaatnya tak sebanyak itu. Baca di link ini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun