Mohon tunggu...
Esti Setyowati
Esti Setyowati Mohon Tunggu... Seniman - Bismillah

Librocubicularist.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kekasih

16 Mei 2019   07:30 Diperbarui: 16 Mei 2019   07:46 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tapi, kau memiliki kekasih" katanya, matanya yang coklat terang menatapku.

Jaket jins yang hampir basah kuyub tampaknya belum cukup untuk menakhlukan karang keras yang bersembunyi di balik jantungnya. Atau mungkin dua kotak hadiah yang diam diam kusiapkan di atas meja dan di saku celana juga masih terlalu murahan untuk menggenapi apa yang ia inginkan. Sebuah makan malam mewah di pinggiran kota tak cukup untuk meminang mata beningnya menjadi milikku selamanya.

            "Tapi, kau memiliki kekasih. Dia masih hidup. Masih sehat, cantik dan bugar" dia mengulangi kalimatnya, ditambah satu dua kata.

Kuseka tetes tetes keringatku yang menggantung di hamparan dahi. Sudah bercampur dengan asinnya air hujan. Dua lembar tisu kutarik dengan kasar, mengelap air yang menempel di tubuhku. Tanpa sedikit pun harapan ada tangan lembut yang membantu merapikannya agar tak ada sisa sisa kertas yang tinggal di permukaan kulit.

            "Tapi, kau masih memiliki kekasih. Masih sehat, cantik dan bugar. Dia bisa kapan saja mencariku"

Sesuai dengan pesanan yang kurencanakan jauh jauh hari, sebuah baked salmon datang. Makanan kesukaan perempuan ini. Kubilang pada pelayannya bahwa salmon harus benar benar matang, kulitnya sedikit krispi dan tidak menyerap banyak air.

            "Tapi, kau masih memiliki kekasih. Masih sehat, cantik dan bugar. Dia bisa kapan saja mencariku. Dia bisa membunuhku kalau mau"

Dua potong salmon bergiliran melewati bibirnya yang merah merekah. Tak ada sedikitpun perhatiannya tertuju pada kotak hadiah warna hijau muda di dekat lilin yang sudah kusiapkan dari tadi. 

Mungkin memang sedikit basah, tetapi sudah kuseka dengan tisu. Kurasa sudah cukup pantas untuk merasakan sentuhan jari lentik yang kini sibuk dengan sendok dan garpu itu. Tetapi jari itu masih menikmati halus permukaan sendok, tak sedikitpun seperti ada niat berpindah ke sini, ke pipiku yang masih sedikit basah oleh air hujan.

Malam mulai berdamai dengan rasa rindu yang bertumpuk di serambi jantungku. Salmon telah berpindah ke perut gadis cantik ini. Sampanye telah tertuang setengah botol, mengisi dua gelas piala yang sedari tadi sibuk bercumbu dengan sepasang bibir yang mungkin juga sudah tak bisa lagi menahan diri untuk saling melumat. Tetapi aku masih sabar, malam masih  panjang. Jam kencan masih berjalan.

Kadang kadang aku seperti lelah menunggu. Sebenarnya jika kalimat 'merebut kekasih orang' itu tidak diberi cap sebagai perbuatan terkutuk, tentu aku akan dengan senang hati melakukannya. Tetapi aku masih hidup di bumi. Dimana ada banyak mulut yang tak perlu direm untuk mengurus kepentingan orang lain. Juga aturan dan tata krama yang bagiku hanya terkesan bodoh dan sok tendensius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun