Mohon tunggu...
Harun Imohan
Harun Imohan Mohon Tunggu... Psikolog - Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Sebagai sarjana muda, saya hanya bisa menulis untuk sementara waktu karena belum ada pekerjaan tetap.

Aku ber-Majelis maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kata Gus Nadir Begitu, Kataku Begini

29 November 2018   00:24 Diperbarui: 29 November 2018   03:54 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebuah kesempatan berjumpa dalam acara kajian media sosial dan Dakwah Nusantara yang dipicu oleh pemantik hebat , Gus Nadirsyah Hosen. Beliau adalah salah seorang Pimpinan NU cabang istimewa, di New Zealend. Acara kajian ini dilaksanakan di PCNU Kota Malang dengan titik fokus kajian media sosial dan dakwah. Ruang dialog yang dikemas dalam kajian ini dihadiri oleh kira-kira ratusan orang dan dilengkapi dengan Banser di depan tempat acara dilaksanakan.

Gus Nadirsyah, menjelaskan pengalaman hebatnya berpetualang di media sosial. Selain penulis handal, pembicara super, beliau juga banyak menebar benih kedamaian ala Rahmatan Lil Alamin di media sosial. Beliau memulai dialog dengan contoh peristiwa yang beliau hadapi sebelumnya di media sosial. Menurut Gus Nadir, dakwah lebih efisien di media sosial. Hal itu harusnya dikuasai oleh kalangan muda Nahdiyin untuk menyambungkan informasi berharga fatwa para ulama kepada semua pengendara media sosial.

Kata gus Nadir, ISIS, tidak lagi menggunakan bom bunuh diri untuk menciptakan rasa takut berjamaah di khalayak umum. Kini, ISIS menggunakan media sosial untuk merekam jejak kebiadabannya dan menyebarkan kepada semua kalangan manusia. Tujuannya sama, melahirkan dan mengembang biakkan ketakutan untuk dikonsumsi bersama. Jika takut menjadi kuat dan menjadi banyak, maka, tujuan mereka berhasil. 

"Itulah yang harus dikuasai oleh kalangan Nahdiyin, bukan ISIS", tambah beliau. Kalangan nahdiyin harusnya mengambil alih Media untuk membunuh ketakutan yang sudah banyak berkembang dan melahirkan kedamaian dan keindahan hidup di bumi.

Berdakwah di media sosial menurut Gus Nadir, lebih efisien menebar pesan damai kepada hal layak umum. Menebar kedamaian di media sosial lebih mampu menjangkau banyak kalangan dan bukan juga bertujuan untuk menutup ruang berdakwah bertatap muka secara langsung, atau biasa disebut majelis taklim, acara dakwah konvensional, dakwah konvensional juga tetap harus digiatkan. Begitu kata Gus Nadir.

Dalam dimensi lain dengan batasan kelas dan kemampuan berpikir yang tidak seimbang, saya mencoba berpikir dan menciptakan perspektif baru daripada Gus Nadirsyah Hosen. Pandangan saya dari proses berpikir sederhana memang bukanlah pandangan baru, pandangan ini sudah lama digunakan namun sedikit demi sedikit pandangan ini menjadi kabur karena ada tawaran baru. Pandangan ini adalah berdakwah konvensional dengan giat dan membatasi media sosial.

Apa sebab terjadinya pandangan itu? Dengan menyimpan data nyata, bahwa banyak kalangan NU -berjuta-juta bahkan- yang tidak memiliki akun media sosial, bahkan lebih memprihatinkan lagi, banyak juga yang tidak mengerti apa itu media sosial. 

Atas dasar keprihatinan itu, maka mengapa tidak kita kontrol media sosial yang masukh di negara kita? Bukankah itu termasuk salah satu hal yang mudah bagi Negara dengan banyaknya piranti negara yang mampu mengendalikan itu? Mengontrol disini dimaksudkan adalah membatasi kuasa media sosial agar supaya tidak dirajai oleh para pengguna media sosial yang menggiatkan rasa marah dan bertujuan negatif.

Atau atas dasar banyaknya pengendara yang tidak mengetahui medan dan alat (media sosial), kita bisa menggalakkan dakwah media sosial dengan terlebih dahulu menjelaskan kinerja media sosial kepada banyak orang yang tidak mengerti tersebut. 

Hal ini bertujuan untuk mendidik para pengemudi sebelum terjun ke jalan. Selain meminimalisir kecelakaan, mendidik para calon pengguna media sosial agar bijaksana dan memberikan efek positif kepada pengguna lain.

Khawatirnya jika meluluh menggalakkan dakwah media sosial, dakwah konvensional menjadi kabur dan perlahan hilang. Lalu, bagaimana nasib para Kyai Kampung yang tidak paham tentang pertanyaan umat mengenai kajian yang direkam di salah satu media sosial? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun