Setiap kali saya mendengar atau menonton pertunjukkan musik dangdut di kampung, lagu-lagu yang kebanyakan dilantunkan oleh para penyanyi, atau saya lebih suka menyebutnya "artis lokal", selalu lagu yang itu-itu saja. Meski terdapat lagu baru yang mereka nyanyikan, tapi tak seberapa kecuali lagu-lagu dangdut yang sedang top, atau lagu-lagu pop yang sedang beken namun dinyanyikan dengan irama dangdut, istilahnya "dangdut koplo". Selebihnya yang dinyanyikan kebanyakan lagu-lagu buah karya Rhoma Irama.
Dan yang tak membuat enak telinga adalah hampir seluruh lagu yang dinyanyikan dibuat menjadi dangdut koplo yang dominan hentakan suara gendang dengan ritme cepat. Jadinya biar aslinya lagu yang dibawakan itu memiliki ritme lambat, syair sedih dan mendayu, namun karena dibuat ritme cepat, penyanyi dan penontonnya pun bergoyang.
Perihal masih seringnya lagu-lagu buah karya Rhoma Irama dilantunkan, beberapa artis lokal mengungkapkan alasan antara lain; syairnya mudah dihapal, iramanya enak didengar, dan mewakili sebagian besar selera pendengar dan penikmat lagu dangdut.
Beberapa hari lalu Sang Raja Dangdut manggung di daerah saya atas undangan seorang pengusaha lokal di bidang pertambangan batubara. Usai manggung ketika ditanya wartawan mengenai lagu-lagunya yang dinyanyikan secara dangdut koplo, Rhoma Irama mengaku tak menyukainya. Meski demikian Sang Raja Dangdut tentu tak dapat melarang siapapun yang membawakan lagu-lagunya dengan irama yang jauh dari aslinya terkecuali untuk tujuan komersil. Yang jelas mau dibawakan dalam irama apapun, lagu-lagu Rhoma Irama tetap digemari oleh penikmat lagu dangdut, ini berbeda dengan lagu-lagu dari pedangdut tersohor lainnya seperti Mansyur S, Meggy Z, Caca Handika, dan lainnya.
Jika mengamati eksistensi lagu-lagu dangdut di blantika hiburan, sepertinya grup-grup orkes dangdut yang manggung secara live itu belum afdhal bila tak mendendangkan lagu-lagu Rhoma Irama bila tak ingin dibilang wajib.
