Mohon tunggu...
Imi Suryaputera™
Imi Suryaputera™ Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Penulis, Blogger

Pria, orang kampung biasa, Pendidikan S-3 (Sekolah Serba Sedikit)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asal Indonesia Tapi Serba Malaysia?

25 Juni 2012   02:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:34 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setahun yang lalu ketika aku masih gemar-gemarnya berinteraksi di media sosial Facebook, sering aku ikut menjenguk akun yang menamakan perkumpulan Kulaan Banjar Malaysia.
Membaca dari nama akun tersebut, aku sudah paham bila itu ada kaitannya dengan suku bangsa Banjar yang mayoritas menghuni wilayah Kalimantan Selatan, sebagian di propinsi Kalimantan lainnya, bahkan di Propinsi lainnya diluar Kalimantan, terutama di Riau.

Ternyata suku bangsa Banjar ini banyak juga terdapat di negara jiran Malaysia. Disana mereka membentuk persatuan dengan nama Pertubuhan Banjar Malaysia (PBM).

Menilik terdapatnya suku bangsa Banjar di Malaysia, aku jadi teringat dengan suku bangsa Mandailing, yang baru-baru tadi sempat hangat jadi berita media lantaran kebudayaan suku mereka; tari tor-tor dan gondang sembilan, diklaim oleh Malaysia.
Keberadaan suku bangsa Banjar di Malaysia bukan tidak mungkin juga membawa serta kebudayaan mereka baik berupa kesenian maupun cara hidup mereka. Bukan mustahil "urang Banjar" disana juga melestarikan kesenian yang sama dengan di tanah kelahiran mereka seperti; Mamanda, Balamut, maupun Madihin, yang di tempat asalnya sudah hampir punah.

Klaim Malaysia terhadap kesenian suku bangsa Banjar kukira tinggal menunggu waktu.
Sebetulnya klaim oleh negara dimana terdapat suku bangsa tersebut sebagai warga negaranya, sah-sah saja asalkan hal itu memang menjadi keinginan suku bangsa yang bersangkutan. Justru semestinya suku bangsa yang sama di negara lain menjadi ikut bangga, karena kebudayaan mereka ada yang memperhatikan, apalagi turut melestarikan dan mengembangkannya.

Teriak teriak terhadap klaim sebuah produk budaya yang telah menjadi semacam public domain diantara suku bangsa bersangkutan, terasa kurang etis, karena hakikatnya sama-sama memiliki, warisan dari satu nenek moyang yang sama.
Tak masalah bila Malaysia mengklaim Mamanda, Balamut maupun Madihin nantinya sebagai kebudayaan dan kesenian mereka. Jadinya nanti tinggal dibedakan menjadi Mamanda Malysia, Balamut Malaysia, ataupun Madihin Malaysia. Begitu juga misalnya sebutan untuk Tor Tor Malaysia, Gondang Sembilan Malaysia, Reog Malaysia (tanpa sebutan Ponorogo lagi), Tari Pendet Malaysia, Tari Serimpi Malaysia, ludruk Malaysia, Gamelan Malaysia, dan lainnya yang asal Indonesia tapi serba Malaysia.

Tak usah ribut-ribut. Tak perlu sok nasionalis. Kebanyakan dari kita saja belum tentu menyukai kebudayaan dan kesenian asli banyak suku bangsa di Indonesia. Kita lebih suka kesenian dan mendengarkan musik "Barat" ketimbang mendengarkan lagu "Walang Kekek" yang dibawakan dalam irama langgam keroncong. Kita pun lebih suka menonton "dance" daripada memelototi tari pendet, serimpi, ataupun tari pakarena.
Kalau Malaysia lebih perduli terhadap kebudayaan dan kesenian dari suku bangsa yang menjadi warga negaranya, mestinya Indonesia jauh lebih perduli, jangan tahunya hanya teriak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun