Mohon tunggu...
Imel Rosandy
Imel Rosandy Mohon Tunggu... --

--

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Indonesia Dijual Lewat Aplikasi! "Pinjol", Bisnis Busuk Antara Investor Asing dengan Penguasa Dalam Negeri

5 April 2025   18:12 Diperbarui: 5 April 2025   18:11 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi Pinjaman Online (Sumber: Google.com)

Jangan tertipu dengan wajah-wajah bersih di iklan startup keuangan atau aplikasi pinjaman dengan rating tinggi di Playstore. Banyak dari mereka, terutama yang tidak terdaftar di OJK, adalah pintu masuk menuju mimpi buruk yang sunyi: jeratan utang, teror digital, kehilangan privasi, dan kehancuran hidup. Dan lebih mengerikan lagi, semuanya ini adalah hasil kerja sama lintas batas antara investor asing yang rakus dan elit lokal yang rela menjual bangsanya sendiri.

Skema ini bekerja karena adanya ketimpangan---pendidikan rendah, akses terbatas terhadap keuangan formal, dan tekanan ekonomi yang kian menghimpit masyarakat menengah ke bawah. Dalam celah itu, pinjol ilegal masuk seperti air ke celah retakan tembok: mudah, cepat, dan tak terlihat. Tapi efeknya? Menggerogoti dari dalam hingga ambruk.

Investor dari luar negeri, banyak di antaranya dari Tiongkok, menyuntik dana ke perusahaan-perusahaan pinjol ilegal melalui jaringan bayangan. Mereka tahu sistem keuangan di Indonesia longgar. Mereka tahu hukum siber kita rapuh. Dan mereka tahu bahwa selalu ada pejabat dan pengusaha lokal yang bisa dibeli untuk meloloskan operasi mereka.

Apa hasilnya? Satu aplikasi pinjol bisa menghasilkan miliaran hanya dalam hitungan bulan---dengan korban yang terus bertambah, dari ibu rumah tangga hingga mahasiswa, dari buruh pabrik hingga pengemudi ojek. Di saat yang sama, pihak yang menjalankan perusahaan ini bisa hidup nyaman di luar negeri, atau bahkan di hotel bintang lima dalam negeri, sementara korban menanggung malu, tekanan, bahkan bunuh diri.

Yang lebih kejam, sebagian investor yang terlibat dalam pinjol ilegal juga bermain di bisnis judi online dan perdagangan manusia. Mereka memahami pola: orang miskin yang terjerat utang akan mencari jalan pintas. Maka disodorkanlah iklan judi online sebagai "jalan keluar". Saat makin terpuruk, mereka lalu dijerat lagi dengan janji pekerjaan di luar negeri yang ternyata hanya kedok untuk eksploitasi.

Dan di tengah semua ini, di mana negara? Di mana hukum? Di mana perlindungan?

Jawabannya: ikut main. Bukan negara yang lalai, tapi negara yang complicit. Banyak kasus yang tak ditindak, banyak laporan masyarakat yang mandek, banyak aplikasi yang tetap muncul meskipun sudah jelas ilegal. Kita sedang menghadapi persekongkolan diam-diam antara pemilik kuasa dan pemilik modal. Dan selama itu terus terjadi, kita bukan bangsa merdeka. Kita hanya koloni baru---koloni digital---yang dioperasikan oleh kapital global dan kaki tangan lokal.

Mungkin suatu hari nanti kita akan bangun dan sadar bahwa tanah ini tak lagi milik kita. Tapi pada saat itu, mungkin sudah terlambat. Karena kita telah menjualnya sendiri---sedikit demi sedikit---demi iming-iming untung cepat dan rasa aman palsu dari penguasa palsu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun