Mohon tunggu...
Imelda Febriani
Imelda Febriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember

Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korean Wave sebagai Harta Karun Korea Selatan: Peningkatan GDP secara Pesat

27 Maret 2023   07:56 Diperbarui: 27 Maret 2023   07:57 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

BTS, Blackpink, NCT, drakor, Tteokbokki, Kimchi, dan sebagainya. Siapa yang tidak mengenal atau bahkan setidaknya mendengar tentang hal-hal yang disebutkan diatas? Di era gempuran globalisasi ini, Koreanisasi menjadi salah satu trend yang mampu menghipnotis banyak kalangan di seluruh negara. Bukan hanya remaja, bahkan tak jarang orang tua dan anak-anak juga menyukai trend ini. Hal ini lah yang disebut dengan Korean Wave atau Hallyu. Korean Wave atau Hallyu atau yang secara harfiah adalah gelombang korea ini merupakan istilah yang mengacu pada popularitas kebudayaan Korea yang menyebar secara global bahkan hingga ke penjuru dunia. 

Kepopuleran ini bukan hanya pada aspek musiknya (K-Pop / Korean Pop) saja, akan tetapi juga pada aspek perfilman, drama televisi, fashion, makanan, kosmetik, bahkan literatur atau bahasanya juga. Fenomena Gelombang Korea ini pun semakin meningkat semenjak munculnya pandemi Covid-19, dimana semua orang terpaksa untuk tetap tinggal di rumah untuk menjaga keamanan, membuat mereka hanya bisa menikmati hiburaan seperti menonton. Dan konten asal Korea ini ternyata mampu menarik perhatian masyarakat untuk tertarik menonton konten-konten hiburan dari negara tersebut. Misalnya, K-pop, Drama Korea atau yang sering dikenal dengan Drakor, K-Movie, bahkan Reality Show serta Variety Show nya. Akibat meningkatnya konsumsi konten korea inilah yang kemudian menyebabkan meningkatnya ketertarikan masyarakat bukan hanya terhadap kontennya, bahkan kebudayaannya juga seperti makanan, bahasa, atau kebiasaaan-kebiasaan negara ginseng tersebut.

Tapi tak disangka, Gelombang Korea ini seperti gelombang yang tak pernah surut. Jauh sebelum munculnya pandemi Covid-19 ini, sebenarnya Hallyu sudah menghipnotis banyak orang di seluruh negara. Sejak produksi kontennya pertama kali yaitu awal tahun 2000an. Sehingga dapat dikatakan bahwa Koreanisasi ini sudah ada selama 2 dekade terakhir dan terus mengalami perkembangan yang begitu pesat. 

Hallyu atau Korean Wave ini dapat diindikasikan sebagai sebuah diplomasi publik Korea Selatan yang sukses atau berhasil menggaet banyak masyarakat dari tiap-tiap negara. Dengan meningkatnya ketertarikan masyarakat global terhadap KoreanWave atau Hallyu ini tentu menjadi sebuah bukti bahwa Korea Selatan berhasil membentuk citra yang positif oleh global. Negara ini berhasil menginvasi seluruh masyarakat secara global untuk mengikuti kebudayaannya, terutama generasi muda. Banyak sekali anak-anak muda zaman sekarang yang mengikuti fashion nya, mempelajari bahasanya, mengikuti kebiasaan bahkan lebih menyukai makanan Korea dibanding negara asalnya sendiri. Dari hal tersebut, dengan tingginya ketertarikan masyarakat terhadap artis-artis Korea tersebut, tentu banyak brand yang akan menjadikan artis-artis Korea tersebut untuk menjadi brand ambassador produk mereka. Dengan demikian, secara logisnya tentu ini akan menjadi keuntungan yang besar bagi negara tersebut. 

Sudah tidak diragukan lagi bahwa memang, dengan adanya Korean Wave atau Hallyu ini menjadi keuntungan sendiri untuk Korea Selatan. Melalui K-Pop, K-drama, atau bahkan K-Movienya sendiri. Akan tetapi diantara aspek-aspek tersebut, yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Korea Selatan adalah K-Pop nya. Inilah yang menyebabkan, K-Pop sering disebut sebagai pencetak uang untuk Korea Selatan. Hal ini tentu dikarenakan K-Pop memiliki peminat yang lebih tinggi dibandingkan K-drama dan lainnya. Selain itu, karena K-Pop memiliki kegiatan yang bisa menarik banyak orang untuk mengeluarkan duitnya, apalagi kalau bukan konser yang digelar. Tentu penghasilan yang didapat melalui sejumlah konser yang digelar di berbagai negara memberikan dampak yang luar biasa terhadap perekonomian Korea. 

Misalnya saja, akhir-akhir ini Boyband Korea yang memiliki 7 orang anggota yang sedang populer bahkan hingga ke negara-negara bagian barat, yaitu BTS. Boyband ini setiap tahunnya mampu mendatangkan kira-kira 5 Millyar Dolar AS ke Korea Selatan. Dan angka ini terus meningkat setiap tahunnya. Itu masih satu boyband. Bayangkan lagi penghasilan yang mampu didatangkan oleh banyak girl/boy band lainnya. 

Tercatat pada tahun 2015, angka ekspor Korea Selatan meningkat menjadi $43.189,0 juta, total ekspor meningkat dari $40.312,73 juta. Pendapatan pariwisata bisa mencapai $1.765,40 juta dengan jumlah wisatawan sebanyak 1.703.495 orang. (Ekspor Korea Selatan) Dan terhadap PDB pada tahun 2015, sektor pariwisata ditemukan berkontribusi 5,1% (Republik Korea - Kontribusi Total Perjalanan dan Pariwisata terhadap PDB).

Fenomena Gelombang Korea merupakan faktor penting dalam peningkatan perekonomian Korea Selatan karena industri musik terus berkembang dari tahun ke tahun. Pada 2013, pertumbuhannya mencapai 9,7%, membuat Korea Selatan sebagai kategori terbesar kedua di pasar musik yang berkembang. Alhasil, Korea Selatan mendapat untung $211 juta dan $409 juta untuk penjual musik live di sektor itu. Di industri pertelevisian, melalui K-drama atau reality show dengan jaringan televisi berpengaruh seperti KBS, MBC dan SBS, membawa 82 persen ekspor budaya dan meraih keuntungan $167 juta (Cultural Times, 2015). 

Tak hanya industri musik, sektor film dan televisi Korea Selatan juga menyumbang 7,55 triliun won Korea terhadap PDB pada tahun 2011, menurut sebuah studi oleh Oxford Economics. Itu juga menciptakan 67.600 pekerjaan dan membayar pajak 3,75 triliun won Korea kepada negara. Industri kreatif Korea Selatan menyediakan lapangan pekerjaan bergaji tinggi. Pada tahun 2011, hampir semua pekerja yang bekerja di industri perfiliman di Korea Selatan dibayar 54,9 juta KRW per tahun. Apabila dibandingkan dengan industr-industri lain, angka ini jauh lebih tinggi, yaitu 37 juta KRW/tahun.

Ekonomi budaya ini bukan hanya mendorong ekspor atau kas negara, tetapi juga mendorong konsumsi swasta. Upah yang lebih besar di industri memungkinkan operator untuk mengembangkan tingkat konsumsi. Misalnya di Indonesia, konsumsi rumah tangga swasta merupakan penopang utama pembentukan PDB di Korea Selatan. Pada tahun sebelumnya, konsumsi domestik menyumbang 46,46% dari PDB Korea Selatan. Jadi ketika terjadi peningkatan konsumsi, maka akan terjadi juga pemulihan perekonomian secara keseluruhan.

Dengan angka-angka keuntungan yang diraih tersebut, dapat disimpulkan bahwa Korean Wave terutama industri musik dan televisinya menyumbang GDP tertinggi dalam perekonomian Korea Selatan. Sehingga, diplomasi publik Korea Selatan ini selain sukses untuk membentuk citra negara yang positif bagi masyarakat global, ternyata justru juga mampu menjadi keuntungan sendiri bagi perekonomian negaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun