Mohon tunggu...
Mima Bejo
Mima Bejo Mohon Tunggu... Guru - Blackrose

Seseorang yang lapar dan haus akan ilmuMu . Prasastikan hidupmu dengan tulisan. Follow your dream they know they way. (Guru SD Al Falah Darussalam 2 ICP)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sang Guru adalah Literat Sejati

22 April 2022   15:22 Diperbarui: 22 April 2022   15:23 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sang Guru Literat Sejati

Guru merupakan berasal dari Bahasa Sansekerta, secara harfiah memiliki makna leksikal yaitu "berat". Merujuk dari artinya memang benar, guru sebenarnya bukan hanya sekedar pekerjaan ringan tapi pekerjaan berat. Menjadi seorang guru kenyatannya memang berat, bahkan boleh dibilang sangat berat. Yang terlihat tugas guru hanya mengajar pelajaran dan menuntaskan materi tapi sesungguhnya tugasnya juga menuntaskan karakter yang bar-bar menjadi benar,

Menjadi seorang guru bukan sekedar disebut sebuah pekerjaan tapi pembawa nafas kehidupan. Kita menjadi tahu mana benar dan tidak, dari seorang guru. Mana halal mana haram juga dari seorang guru. Bisa dikatakan apa yang dikatakan guru setara dengan sabda raja. Lebih tunduk dan patuh. Betapa guru sangat mulia kedudukannya setara dengan raja.

Dulu, apapun yang dikatakan ataupun diperintahkan guru, bagai mantra sakral yang harus dan wajib dipatuhi dan dilakukan. Madep, mantep, manut. Alhasil jadilah murid lurus yang tidak neko-neko. Semua terjaga dengan tatanan yang rapi dan santun.

Sekarang, setiap zaman membawa hawa pendidikan yang berbeda, sabda guru sudah tidak lagi sakral. Pergeseran perubahan zaman yang hedonis dan kritis membawa tantangan tersendiri pada tugas guru ke depan, semakin benar-benar berat.

Masa pandemi hampir dua tahun, membuat siswa "disapih" dari sang guru. Semakin majukah mereka saat guru tidak serta merta mengawal mereka? Mereka hanya berkawan dengan sang teknologi canggih. Akses belajar sudah tersedia di mana-mana. Bukan lagi antri atau membayar di warnet. Tapi kenapa malah terjadi learning loss, harusnya learning gain bukan. Membuat kita semakin merenung, meskipun semua bisa digantikan dengan teknologi tapi sang guru tidak. Kita semakin menyadari betapa pentingnya sosok guru hebat dalam membawa nafas kehidupan

Guru hebat tidak lagi berpredikat bisa mencetak siswanya menjadi juara 1, tapi bagaimana guru menjadi agen perubahan dan fasilitator. Siswa yang sudah meluber sumber belajarnya kita mau arahkan dan bentuk menjadi apa. Semua di tangan sang guru. Kapasitas otak mereka sudah penuh akan berbagai macam informasi, guru juga akan menambahi dengan metode ceramah juga. Alamat suara kita bagaikan radio lagu lama yang sudah beda frekuensi. Sia-sia bukan.

Lalu bagaimana menjadi guru hebat, masa kini, zaman yang semakin keras ini? Semua guru pasti mempunyai versi terbaik dalam mengajar siswa mereka. Kita tidak bisa mengukur kehebatan guru karena berhasil menyuguhkan semua pembelajaran berbasis teknologi. Bagaimana guru yang berada di pedamalan? Tidak ada wifi, standard ekonomi rendah, fasilitas sekolah tidak mendukung. Apakah mereka dikatakan gagal menjadi guru hebat?Tentu tidak bukan. Salah satu contoh Butet Manurung yang hanya mengajar literasi sangat dasar mengenal huruf saja di daerah pedalaman Sokola Rimba, bagi saya itu sudah dikatakan guru hebat dan literat.

Sejatinya guru hebat adalah guru yang literat. Literat atau literasi hal yang sering kita dengar akhir-akhir ini. Guru sekarang sudah tidak mengajar siswa yang buta huruf. Akan tetapi mengajar literasi yang sangat luas cakupannya. Dan memang benar literasi itu adalah sebuah proses panjang dan tidak instan. Oleh karena itu dibutuhkan skill dan endurance para guru hebat yang literat.

Guru literat tidak hanya mengajar tuntas baca, tulis, dan hitung (pemahaman-C1). Tapi sudah naik level menjadi menganalisa (C4) informasi, berfikir kritis, dan membandingkan(C6). Untuk menjadikan guru literat, minim ada standard di mana bisa diterapkan di setiap tempat. Seorang guru harus pintar membaca dan menganalisa. Tidak hanya sekedar membaca buku tentunya. Tapi juga harus literat dalam membaca karakter dan atmosfir belajar siswa.

Ada banyak cara untuk meliteratkan siswa kita, Misalnya siswa kurang suka membaca, kenapa? Mungkin tempat perpus jauh dan judul buku itu-itu saja. Kita bisa siasati menaruh buku di mana saja di koridor kelas, di smping pintu, di dekat papan pengumuman dll. Sehingga kita ciptakan baca buku tidak harus duduk manis dan diam. Bisa dengan diskusi dan saling sharing dengan teman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun